Entri Populer

Minggu, 06 April 2014

Wuchereria bancrofti



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang kompleks. Berbagai macam penyakit yang diderita semakin beragam. Salah satunya penyakit yang ditimbulkan oleh parasit berupa cacing yang dipelajari dalam Helmintologi (ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing), yang tentunya sangat beraneka ragam.
Hampir disetiap ruang dalam dunia ini dihidupi oleh mikroorganisme jenis ini. Mereka dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai macam cara, melalui makanan, kebersihan lingkunganyang tidak terjaga, udara, dan banyak lagi cara yang tentunya sangat berhubungan dengan perilaku manusia itu sendiri.
Beragam jenis cacing dapat menyebabkan angka prevalensi yang sangat tinggi, dengan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkannya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai parasit jenis cacing Wuchereria bancrofti. Dimana cacing ini merupakan salah satu dari penyebab penyakit Filaria pada manusia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan cacing Wuchereria bancrofti dan bagaimana klasifikasinya?
2.      Bagaimana daur hidup dari cacing Wuchereria bancrofti?
3.      Bagaimana prinsip patologi penyakit filariasis yang disebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti?
4.      Bagaimana gejala kliniknya?
5.      Bagaimana Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)?, serta
6.      Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?

C.     Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan cacing Wuchereria bancrofti dan bagaimana klasifikasinya.
2.      Untuk mengetahui daur hidup dari cacing Wuchereria bancrofti.
3.      Untuk mengetahui prinsip patologi penyakit filariasis yang disebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti
4.      Untuk mengetahui gejala kliniknya
5.      Untuk mengetahui diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)
6.      Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.

D.    Manfaat
Dalam penyusunan suatu  makalah, tentunya banyak manfaat yang di peroleh, di antaranya sebagai berikut:
1.      Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang kesehatan yang kami dapat salah satunya melalui mata kuliah parasitologi kesehatan.
2.      Sebagai latihan dalam penyusunan pangumpulan data atau laporan penelitian agar penulis lebih terampil dalam pengolahan kata dan hasil yang di dapat bisa lebih maksimal dari laporan sebelumnya.
Semoga hasil yang di dapat menjadi pembelajaran yang positif bagi kita semua dan dapat menjadi sebuah motivasi dalam meningkatkan prestasi untuk masa depan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Cacing Wuchereria bancrofti (Filaria) dan Klasifikasinya
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Sri Widayati, dkk ( hal:197, 2009) menyatakan bahwa cacing ini merupakan penyebab penyakit filariasis atau elephantiasis (kaki gajah). Di dalam tubuh manusia, cacing tersebut menyumbat pembuluh limfa (getah bening), sehingga mengakibatkan pembengkakan tubuh terutama pada kaki sehingga membesar. Oleh karena itu disebut kaki gajah.
Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori. (Djaenuddin Natadisastra,dkk, 2009)
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Animalia
Classis     : Secernentea
Ordo        : Spirurida
Upordo    : Spirurina
Family     : Onchocercidae
Genus      : Wuchereria
Species    : Wuchereria bancrofti
Wuchereria bancrofti 1 DPDX.JPG
Gambar 1, penampang cacing Filaria
Morfologi Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
Morfologi dari cacing Filaria ini menurut Djaenuddin Natdisstra, dkk (152:2009) adalah :
1.      Cacing dewasa, berwarna putih kekuning-kuningan, lapisan luarnya diliputi kutikula halus, memiliki bentuk silindris sperti benang, kedua tumpuk, bagian anterior membengkak, terdapat mulut berupa lubang sederhana tanpa bibir ataupun alat lainnya, langsung menuju esophagus dengan sebuah rongga bukal tetapi tanpa tonjolan maupun konstriksi sperti randa khas yang terdapat pada beberapa nematoda.
2.      Cacing jantan, ukurannya lebih kurang 40 mm x 0,1 mm, ujung kaudal melengkung ke vetral, didapat 12 pasang papilla perianal, terdiri atas 8 pasang preanal dan 4 pasang posanal. Terdapat 2 pasang spikula dengan gubernakulum yang berbentuk bulan sabit.
3.      Cacing betina, berukuran 80-100 mm x 0,24-0,30 mm, vulva terletak di daerah servikal, mvagina pendek dengan sebuah segmenkeluar dari uterus selanjutnya organ genitalia ini berpasangan. Embrio yang msih muda terdapat di bagian dalam uterus yang dilapisi lapisan hialin yang tipis, lebih kurang berukuran 38x25 mm, jika terdorong ke bagian uteus, bungkusnya memanjang menyesuaikan dengan bentuk embrio sampai embrio lahir tetap terbungkus sarung embrio ini disebut mikrofiliria.

B.     Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaIXIh6-zguRM6VE5dWNaS6ttzx202b3jzoGD1LoZm_i2Ic-xcl8en-yTyxE-1pOYv6iYp_6MdkddvDhqfeCTUK97l68spl1RLpWOlJUfdDbUa9eCWsjrhI9XhicIcmy7djncMP0rQ9z8/s320/siklus+hidup+filaria+W.bancrofti.bmp
Gambar : 2. Siklus hidup W. bancrofti sumber https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaIXIh6-zguRM6VE5dWNaS6ttzx202b3jzoGD1LoZm_i2Ic-xcl8en-yTyxE-1pOYv6iYp_6MdkddvDhqfeCTUK97l68spl1RLpWOlJUfdDbUa9eCWsjrhI9XhicIcmy7djncMP0rQ9z8/s1600/siklus+hidup+filaria+W.bancrofti.bmp
Dalam artikel Muslimah (2013) menyatakan bahwa “Hospes pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria dalam darah yang diisapnya. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya  menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14 selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan dapat dijumpai di dalam selubung probosis nyamuk. Larva bermigrasi ke labela nyamuk dan masuk ke dalam kulit hospes definitive melalui luka tusukan ketika sedang mengisap darah.”
Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfe sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini, demikian seterusnya. (Anonim, 2013)
Dalam tubuh hospes definitive (manusia), larva L3 menembus lapisan dermis menuju saluran limfe dan  berkembang menjadi larva L4 dalam waktu 9-14 hari setelah infeksi. Larva L4 kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar limfe dan  melakukan kopulasi . Mikrofilaria akan dilepaskan oleh cacing betina yang gravid dan dapat dideteksi di sirkulasi perifer dalam 8 sampai 12 bulan setelah infeksi. Dari saluran limfe, mikrofilaria memasuki sistem vena lalu ke kapiler paru dan akhirnya memasuki sistem sirkulasi perifer (Muslimah, 2013)

C.    Prinsip patologis penyakit filariasis yang disebabkan cacing Wuchereria bancrofti
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi. (Anonim. 2012)
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.

D.    Gejala Klinik
Gejala klinik yang berhubungan dengan infeksi Wuchereria bancrofti bervariasi dari yang tidak menunjukan gejala sampai pasien dengan manifestasi klinik yang berat seperti elephantiasis dan hidrokel. Patologi dan Gejala klinis filariasis bancrofti dapat disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Namun, perubahan patologi  yang utama terjadi akibat kerusakan  pada sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa dan bukan disebabkan oleh microfilaria. Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan, namun dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Patologi dan Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing dewasa dapat berupa limfadenitis dan limfangitis retrograd pada stadium akut, hidrokel, kilurian, dan Limfedema (elephantiasis) yang mengenai seluruh kaki atau lengan, skrotum, vagina dan payudara pada stadium kronis. (Muslimah, 2013)

E.     Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)
Gejala klinik kebanyakan tidak spesifik sehingga untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu harus dapat menemukan mikrofilia Wuchereria bancrofti dalam darah perifer yang diambail pada malam hari antara jam 22.00 – 02.00 dini hari. Hal ini dikarenakan mikrofilia Wuchereria bancrofti perioaditasnya nokturna. (Djaenuddin Natadisastra,dkk, 2009)
Menurut sebuah artikel yang diambil dari situs http://www.sodiycxacun.web.id/2011/05/wuchereria-bancrofti-filaria-bancrofti. htmlyang menyatakan bahwa diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu :
1.      Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi.
2.      Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah dari jaringan yang di curigai sebagai tumor.
3.      Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.

F.     Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis
1.      Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
2.      Upaya Pengobatan Filariasis
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibatBrugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
3.      Upaya Rehabilitasi Filariasis
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.

B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Wuchereria_bancrofti. Di search : April 2013
Anonim. 2011. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaIXIh6-zguRM6VE5dWNaS6ttzx202b3jzoGD1LoZm_i2Ic-xcl8en-yTyxE-1pOYv6iYp_6MdkddvDhqfeCTUK97l68spl1RLpWOlJUfdDbUa9eCWsjrhI9XhicIcmy7djncMP0rQ9z8/s1600/siklus+hidup+filaria+W.bancrofti.bmp. Di search : April 2013
Natadisastra, Djaenuddin, dkk. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Muslimah. 2011. Artikel Ilmiah Laboratorium Parasitologi. http://analismuslim.blogspot.com/2011/12/identifikasi-filariasis-yang-disebabkan.html. Di search : April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar