Entri Populer

Minggu, 06 April 2014

Fasciola hepatica



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fasciola sp  merupakan suatu parasit cacing pipih dari kelas Trematoda, filum Platyhelminthes yang menginfeksi hati dari berbagai mamalia, termasuk manusia. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut fascioliasis. Jenis cacing ini tersebar di seluruh dunia dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dalam peternakan domba dan sapi.
Menurut Prof Kurniasih, Fasiolosis atau cacing hati adalah penyakit yang umumnya dijumpai pada ternak herbivora yang disebabkan oleh ''Fasciola hepatica'' atau ''Fasciola gigantica''. Spesies tersebut dapat menular ke manusia dan kurang lebih 2,5 juta manusia di dunia terinfeksi oleh fasciolosis tersebut (WHO, 1995). Fasciola hepatica berasal dari Eurasia dan menyebar ke Amerika dan Australia.(Wailineal.blogspot.com)

Fasciolosis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing pipih ( trematoda) dan umumnya menyerang ruminansia, seperti sapi, kerbau, dan domba. CHEN dan MOTT (1990) dan ESTEBAN (1998) malaporkan bahwa sejak 20 tahun terakhir ini, kasus kejadian fasciolosis pada manusia semakin banyak. Umumnya kasus tersebut terjadi di negara empat musim atau subtropis dan disebabkan oleh cacing trematoda Fasciola hepatica. Mengingat tingginya prevalensi penyakit ini pada ternak dibeberapa daerah di Indonesia, maka perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan penyakit ini pada manusia di Indonesia. Ada dugaan bahwa pola makan tertentu pada manusia dapat mengakibatkan terjadinya fasciolosis pada manusia di Indonesia. Oleh karena itu kewaspadaan terhadap adanya penyakit fasciolosis pada manusia perlu ditingkatkan melalui penyidikan epidemiologik dengan teknik diagnosa yang akurat di kawasan peternakan endemis fasciolosis yang masyarakatnya biasa makan sayuran mentah ( S.Widjajanti: 2004).
           
1.2 Rumusan Masalah
·         Bagaimana sejarah berkembangnya Fasciola hepatica?
·         Bagaimana bentuk morfologi Fasciola hepatica?
·         Bagimana siklus hidup Fasciola hepatica?
·         Bagaimana cara penularan Fasciola hepatica?
·         Apa saja gejala klinis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica?
·         Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan dari penyakit Fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica?

1.3 Tujuan Penulisan
·         Untuk mengetahui sejarah berkembangnya Fasciola hepatica.
·         Untuk mengetahui struktur morfologi Fasciola hepatica.
·         Untuk mengetahui siklus hidup Fasciola hepatica.
·         Untuk mengetahui cara penularan Fasciola hepatica.
·         Untuk mengetahui gejala klinis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica.
·         Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan dari penyakit Fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica.















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Sejarah Berkembangnya Fasciola hepatica

Kingdom              Animalia
Phylum                 Platyhelminthes
Class                     :  Trematoda
Subclass               :  Digenea
Ordo                     :  Echinostomida
Family                  :  Fasciolidae
Genus                   :  Fasciola
Species                 Fasciola hepatica

Fasciola Hepatica (cacing hati) termasuk trematoda (platyhelmintes). Sebuah spesies cacing yang hidup hati hewan ternak. Hal ini terjadi di bagian empedu, hati, dan kandung empedu selama berbagai tahapan pembangunan. Cacing ini membutuhkan hospes intermediate (hospes perantara) yaitu Siput dan tumbuhan air. Kadang-kadang terlihat pada manusia, yang paling umum dalam domba dan sapi. jika manusia makan hati domba atau sapi, maka manusia akan tertular cacing ini. ( peternakan.litbang.deptan.go.id)
Fasciola hepatica umumnya ditemukan di negara empat musim atau subtropis seperti Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Australia dan lain sebagainya. (S. Widjajanti: 2004)

Berdasarkan sejarah pemerintah Belanda telah mengimpor sapi dari Inggris dan India untuk memperbaiki jenis sapi lokal, kedua spesies fasciola itu mungkin telah terbawa dan menulari sapi lokal. Kurang lebih 80 persen ternak ruminansia terutama kerbau di Indonesia terserang fasciolosis sedangkan prevalensi fasciolosis di Indonesia berkisar antara 60-90 persen.
Di Indonesia Fasciola hepatica pertama kali dilaporkan oleh Van Velzen (1891) dari kerbau, kemudian Kraneveld (1924) menemukan cacing tersebut pada sapi. Kemudian Fasciola hepatica ditemukan juga pada hewan domestik dan hewan liar lainnya. (Wailineal.blogspot.com)

2.2  Struktur Morfologi Fasciola hepatica

http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/10/4.jpg?w=500
Gambar 2.2 Struktur Morfologi Fasciola hepatica
 (Sumber : crocodilusdaratensis.wordpress.com)

Menurut (Soedarto : 2009), panjang tubuh cacing dewasa antara 20-30 mm dan lebar badan antara 8-13 mm. Cacing berbentuk pipih seperti daun, mempunyai tonjolan khas di daerah anterior ( Cephalia cone ) dan gambaran seperti bahu (Shoulder); Telur berbentuk lonjong, berukuran panjang 130-150 mikron dan lebar 63-90 mikron, mempunyai operkulum; Cacing dewasa berwarna coklat abu-abu.
      









2.3  Siklus Hidup Fasciola hepatica

Fasciola_LifeCycle.gif
Gambar 2.3 Siklus hidup Fasciola hepatica
(Sumber : crocodilusdaratensis.wordpress.com )

Pada spesies Fasciola hepatica, cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu hewan ruminansia dan manusia. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas menjadilarva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis-rubigranosa). Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam tubuh siput selama + 2minggu). Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung secara partenogenesis. Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.

                Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama. Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica. Apabila rumput tersebut termakan oleh hewan ruminansia dan manusia, maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa disana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi. (pemerhatilingkungan.blogspot.com)

Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu:
1.      Inang perantara, yaitu siput;
2.      Inang menetap, yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.

2.4 Cara Penularan Fasciola hepatica
Sumber utama penularan fasciolosis pada manusia adalah dari kebiasaan masyarakat yang gemar mengkonsumsi tanaman/tumbuhan air, seperti selada air dalam keadaan mentah yang tercemar metaserkaria cacing Fasciola hepatica.
Penularan ditentukan oleh keberadaan siput dari Famili Lymnaeidae, keberadaan hewan mamalia peka lain di sekitar tempat tinggal penduduk. Penggunaan air yang tercemar metaserkaria Fasciola hepatica. (BARGUES et al., 1996), misalnya air tersebut diminum dalam keadaan mentah. TAiRA et al. (1997) menduga bahwa penularan fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica pada manusia dapat pula terjadi akibat kebiasaan sebagian masyarakat di Eropa yang gemar mengkonsumsi hati mentah. (S. Widjajanti: 2004)

2.5 Gejala Klinis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica
ü  Pada Manusia :
  Masa inkubasi Fascioliasis menginfeksi pada manusia sangat bervariasi, karena dapat berlangsung dalam beberapa hari dalam 6 minggu atau antara 2-3 bulan. Bahkan dapat lebih lama dari waktu tersebut;
  Gejala klinik yang paling menonjol adalah anemia, selain itu dapat pula terjadi demam dengan suhu 40-42 derajat, nyeri di bagian perut dan gangguan pencernaan;
  Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi hematomegaliasites di rongga perut, sesak nafas dan gejala kekuningan;
  Selain itu, dalam kasus fasciolosis kronis, dapat mengakibatkan terbentuknya batu empedu, sirosis hati dan kanker hati.
Bahaya lain akibat infeksi Fasciola hepatica ini adalah dapat mengakibatkan komplikasi pada:
  • telinga, mata
  • paru-paru, dinding usus
  • limpa, pankreas,
  • hati
(Wailineal.blogspot.com)

ü  Pada Sapi :
·         Gejala klinis dalam bentuk akut, sapi menderita konstipasi dan kadang- kadang mencret,
·         Sapi menjadi kurus, cepat lemah,
·         Anemia
·         Dalam bentuk kronik terjadi penurunan produktivitas. ( Ahmad : 2005)


2.6   Cara Pencegahan dan Pengobatan dari penyakit Fasciolosis yang  disebabkan oleh Fasciola hepatica

Ø  Pencegahan
 Industri
Pembuangan air limbah/air kotor secara aman, pengobatan ternak terhadap parasit tersebut, pencegahan agar tidak ada hewan yang datang ke tempat pembudidayaan tanaman selada air dan pengontrolan air yang digunakan untuk irigasi pembudidayaan tersebut.

• Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga
Memasak makanan sampai benar-benar matang, konsumen harus menghindari konsumsi selada air yang mentah. Kalaupun tetap harus mengkonsumsi sayuran mentah, sebaiknya sayuran tersebut dicuci dahulu dengan larutan cuka atau larutan potassium permanganat sebelum dikonsumsi.

• Pengendalian Siput
    Pengendalian siput dengan moluskisida jika memungkinkan.
(Wailineal.blogspot.com)

Ø  Pengobatan

ü  Bithionol (Lorothidol, Bitin)
·         Mekanisme Kerja:
Menghambat fosforilasi oksidatif pada parasit, mendorong ke arah blokade sintesis ATP. ini merupakan pilihan obat karena efektivitas dan keselamatannya pada Fh Dan Fg. Data pendukung adalah dari negara berkembang. Ini merupakan suatu campuran fenolic yang secara struktur berhubungan dengan heksaklorofen. Tersedia dari Pusat untuk Kendali Penyakit Dan Pencegahan ( CDC).

·         Dosis:
      Dewasa: 30-50 mg/kg per oral selama 5-15 hari perawatan; beberapa pasien memerlukan perawatan pengulangan.
      Pediatric: Pemberian seperti di orang dewasa
Interaksi Obat : Tidak dilaporkan
Kontraindikasi: Hipersensitivitas
Perhatian:
      C- Resiko janin diteliti pada hewan percobaan; tetapi tidak dipelajari pada manusia; boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
     Dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, diare, sakit perut, hipotensi, pusing, sakit kepala, fotosensitivitas, atau pruritus.

ü  Triclabendazole (Fasinex)
Mekanisme kerja:
     Laporan terbaru menyarankan obat dokter hewan ini aman dan efaktif pada anak-anak dan orang dewasa. Ini merupakan obat pilihan kedua sampai data lebih lanjut terkumpul, mengikat ke cacing pada  tubulin, mengganggu formasi microtubule dan fungsinya. Mulai dari 2009, ini tak tersedia Amerika Serikat.
Dosis:
     Dewasa: 10-20 mg/kg/hari PerOral setelah makan dibagi 12-24jam untuk 1 dosis.
•Pediatrik: Diberikan sama seperti orang dewasa.
Interaksi Obat: Tidak dilaporkan
Perhatian
•Pada ibu hamil:
   Menyatakan resiko C- fetal pada penelitian pada hewan percobaan tetapi tidak diteliti pada manusia. Boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko terhadap janin dapat menyebabkan sakit kepala dan pusing temporer. (Wailineal.blogspot.com)

ü  Praziquantel (Biltricide)
·         Mekanisme kerja:
Walaupun secara umum aman dan efektif untuk infeksi trematode lain, praziquantel nampak sangat sedikit manjur melawan terhadap Fasciola hepatica. Karenanya ini siap tersedia dan lebih umum dikenal dibanding triclabendazole ( Fasinex), ini adalah obat pilihan ketiga. Penggunaan Cadangan untuk situasi di mana pilihan pertama dan kedua tak dapat diperoleh. Praziquantel meningkatkan permeabilitas kulit trematoda terhadap kalsium, menyebabkan kontraksi otot parasit.
·         Dosis:
     Dewasa: 25 mg/kg/dosis PerOral tiap 8 jam untuk 1 hari
     Pediatric: sama seperti orang dewasa
·         Interaksi obat
      Hydantoin mengurangi kadar praziquantel dalam serum, yang memungkinkan ke arah kegagalan perawatan.
·         Kontraindikasi: Hipersensitivitas, cysticercosis pada mata
·         Perhatian
     Pada ibu hamil:
     Resiko B-fetal belum dipastikan pada manusia tetapi telah ditunjukkan dalam beberapa studi pada hewan percobaan. ( Soedarto : 2009)































BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.      Fasciola Hepatica (cacing hati) termasuk trematoda (platyhelmintes). Fasciola hepatica umumnya ditemukan di negara empat musim atau subtropis. Berdasarkan sejarah pemerintah Belanda telah mengimpor sapi dari Inggris dan India untuk memperbaiki jenis sapi local, kemudian Fasciola hepatica ditemukan juga pada hewan domestik dan hewan liar lainnya.

2.      Panjang tubuh cacing dewasa antara 20-30 mm dan lebar badan antara 8-13 mm, berwarna coklat abu-abu, berbentuk pipih seperti daun, telur berbentuk lonjong, berukuran panjang 130-150 mikron dan lebar 63-90 mikron.

3.      Telur –> Larva Mirasidium masuk ke dalam tubuh siput Lymnea –> Sporokista –> berkembang menjadi Larva: Redia –>Larva : Serkaria yang berekor, kemudian keluar dari tubuh keong –> Kista yang menempel pada tetumbuhan air, kemudian termakan hewan ternak (dapat tertular ke orang, apabila memakan selada air) –> masuk ke tubuh dan menjadi cacing dewasa menyebabkan Fascioliasis. Daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah, yaitu : Inang perantara, yaitu siput; Inang menetap, yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.

4.      Sumber utama penularan fasciolosis pada manusia adalah dari kebiasaan masyarakat yang gemar mengkonsumsi tanaman /tumbuhan air, penularan ditentukan oleh keberadaan siput, keberadaan hewan mamalia peka lain di sekitar tempat tinggal penduduk, dan penggunaan air yang tercemar metaserkaria Fasciola hepatica, serta kebiasaan sebagian masyarakat di Eropa yang gemar mengkonsumsi hati mentah.


5.      Pada Manusia : Masa inkubasi Fascioliasis menginfeksi pada manusia dapat berlangsung dalam beberapa hari,dalam 6 minggu atau antara 2-3 bulan, gejala klinik adalah anemia, demam dengan suhu 40-42 derajat, nyeri di bagian perut, dan gangguan pencernaan; dapat terjadi hematomegaliasites di rongga perut, sesak nafas dan gejala kekuningan dalam kasus fasciolosis kronis, dapat mengakibatkan terbentuknya batu empedu, sirosis hati dan kanker hati. Fasciola hepatica ini adalah dapat mengakibatkan komplikasi pada: telinga, mata, paru-paru, dinding usus , limpa, pankreas, hati, vena porta.
Pada Sapi : bentuk akut, sapi menderita konstipasi dan kadang- kadang mencret, Sapi menjadi kurus, cepat lemah, bentuk kronik terjadi penurunan produktivitas.

6.      Pencegahan :
Industri : Pembuangan eksreta dan air limbah/air kotor secara aman
            Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga : Memasak makanan sampai       benar-benar matang, dan yang lainnya dapat berupa pengendalian siput dengan moluskisida jika memungkinkan.
  Pengobatan :
ü  Bithionol (Lorothidol Bitin)
ü  Praziquantel (Biltricide)
ü  Triclabendazole (Fasinex)

3.2 Saran
    Dalam menjaga kesehatan, khususnya dalam hal mengkonsumsi makanan dan minuman, baik sayuran ataupun daging. Sebaiknya dimasak dengan matang, terutama sayuran yang berhabitat di air, contohnya seperti kangkung, selada air, dan lain sebagainya. Dalam mengkonsumsi air pun harus mengkonsumsi air yang higenis dan tidak tercemar dengan metaserkia dari cacing Fasciola hepatica.
    Jika sudah terdiagnosis terjangkit penyakit fasciolosis, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter untuk penanganan lebih lanjut. Bagi peternak sapi ataupun sejenis hewan ruminansia lainnya, sebaiknya tidak membiarkan hewan ternaknya mencari makan sendiri, karena beresiko terkena penyakit fasciolosis dari rumput yang dikonsumsi.































DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, RZ.2005. BEBERAPA PENYAKIT PARASITIK DAN MIKOTIK PADA SAPI PERAH YANG HARUS DIWASPADAI. Balai Besar Penelitian Veteriner : Bogor. Jurnal. Diakses pada tanggal 21 April 2013.

Widjajanti,S.2004.FASCIOLOSIS PADA MANUSIA:MUNGKINKAH TERJADI DI INDONESIA?.Balai Penelitian Veteriner : Bogor. Jurnal. Diakses pada tanggal 21 April 2013.

Soedarto.2009. PENGOBATAN PENYAKIT PARASIT.CV.Sagung Seto: Jakarta

Diakses pada tanggal 20 April 2013.

Diakses pada tanggal 20 April 2013

Diakses pada tanggal 20 April 2013

Diakses pada tanggal 25 April 2013




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar