Entri Populer

Minggu, 09 Desember 2012

virus bakteriofage

A. Pengertian Virus Bakteri (Virus Bakteriofage) dan Ciri-Ciri Umum Bakteriofage yaitu virus yang menginfeksi bakteri. Bakteriofage, seperti halnya semua virus terdiri dari sebuah asam nukleat di kelilingi oleh slubung protein. Virus bakterial terdapat dalam bentuk yang berbeda-beda meskipun banyak yang digunakan untuk melewatkan asam nukleatnya ketika menginokulasi. Ada dua tipe utama virus bakterial litik dan lisogenik. Bila fagel litik menginfeksi sel-sel tersebut memberikan tanggapan dengan cara menghadsilkan virus-virus barudalam jumlah besar, yaitu pada akhir masa inkubasi, sel inang itu pecah dan mengalami lisis, melepaskan fagew-fage baru daru untuk menginfeksi inang yan lain ( daur litik). Pada infeksi tipe tanang akibatnya tidak sedemikian jelas. Asam nukleat virus itu dibawa dan direplikasikan di dalam sel-sel bakteri dari satu generasi ke generasi yang lain tanpa terjadi lisis sel-selnya. Namun, fage tenang dapat secara mendadak menjadi virulen pada suatu generasi berikutnya dan menyebabkna lisis pada sel inangnya, disamping itu ada pula beberapa fage berbentuk filamen yang hanya sekedar keluar dari sel tanpa mematikannya. B. Morfologi dan strukturnya 1. Kelompok Morfologi Fage Semua fage mempunyai inti asam nukleat yang ditutupi oleh selubung protein (kapsid). Kapsid tersusun atas subnit-subnit morfologis yang disebut kapsomer. Kapsomer terdiri atas sejumlah subunit atau molekul protein yang disebut protomer. Virus bakteria dikelompokkan menjadi enam yaitu: A. Tipe yang paling rumit mempunyai kepala heksagonal, ekor yang kaku dengan seludang kontraktil dan serabut ekor. B. Serupa dengan tipe A, tetapi tidak mempunyai seludang kontraktil, ekornya kaku, dan mengenai serabut ekor, ada yang mempunyai dan tidaka mempunyai. C. Tipe ini dicirikan oleh sebuah kepala heksagonal dan sebuah ekor yang yang lebih pendek dari kepalanya. Ekornya tidaka memiliki seludang kontraktil dana mengenani serabut ekor ada yng mempunyai dan tidak mempunyai. D. Tipe ini mempunyai sebuah kepala tanpa ekor dan kepalanya tersusun dari kapsomer-kapsomer besar. E. Tipe ini mempunyai sebuah kepala tanpa ekor dan kepalanya tersusun dari kapsomer-kapsomer kecil. F. Tipe ini berbentuk filamen. 2. Struktur Fage Fage seperti halnya virus mempunyai dua bentuk struktural yaitu simetri kubus yaitu bentuk padat teratur, polihendra, sedangkan flagel helikal berbentuk batang. Pada banyak bakteriofage kepalanya polihedral tetapi ekornya berbentuk batang. Fage polihedral yaitu kapsid bersegi 20 masing-masing mempunyai merupakan segitiga sma sisi. Keduapuluh segitiga tersebut membentuk 12 puncak. Pada kapsid yang paling sederhana, ada satu komposer pada seiap puncak dikelilingi oleh lima kapsomer lain. Kapsid- kapsid yang lain bisa terdiri dari bereseratu-ratus kapsomer, tetapi kesemuaannya itu berdasarkan pada model yang sederhana ini.kepala fage yang memanjang ini merupakan derivatif ikosahedron. Pada virus berbentuk batang, kapsomernya tersusun secara helikal dan tidak dalam bentuk cincin yang bertumpuk.utsan ganda. 3. Asam Nukleat Fage Tipage yang berekor mengandung DNA yang bereberbeda-beda juga. Semua nya yang morfologis fage yang berbeda-beda juga dicirikan oleh tipe asam nukleat. Fage dengan kapsomer yang besar (kelompok D) dan yang berbentuk filamen (kelompok F) mempunyai DNA berutasan tunggal. Fage-fage kelompok E mempunyai RNA berutasan tunggal. DNA beberapa fage berbentuk bundar pada keadaan tertentu. DNA fage ϕx174 berbentuk bundar baik pada virion maupun sel inang. DNA fage lamda berbentuk lurus pada variontetapi ketika memasuki sel inang ujung-ujungnya membentuk lingkaran. 4. Beberapa Bakteriofage Escherichia coli Fagekoli, dinamakan demikian karena menginfeksi escherichia coli galur B yang nonmotil dinamakan dengan T. Fage T berkisar kira-kira 65-200 nm dengan lebar 50-80 nm. Molekul DNA berutasan ganda yang sinambung atau bundar itu terkemas erat di dalam kepala protein. Fage f2 mempunyai sebuah molekul RNA lurus berutasan tunggal dan tidak memiliki ekor. Ada juga fagekoli berbentuk filamen ditemukan kembali lama sesudah fage-fage berbentuk berudu diketahui. Fage berbentuk filamen sihasilkan terus-menurus oleh bakteri hidup yang bereproduksi . Fage-fageE.coli yang berbentuk filamen itu mencakup bakteriofage fd dan f1 dan mempunyai DNA bundar berutasan tunggal. 5. Isolasi Dan Kultivasi Bakterial Virus bakterial mudah di isolasikan dan dikultivasi pada biakan bakteri yang muda dan sedang tumbuh aktif dalam kaldu atau cawan agar. Persyaratan utama aialah harus adanya kondisi optimum untuk perkembangan organisme inangnya. Habitat inang merupakan sumber bakteriofage yang paling baik dan paling umum.   6. Reproduksi Virus Bakterial a. Adsorbsi dan penertrasi (lisis) Virus menginfeksi bakteri dengan cara menginjeksikan isi kepala virus melalui lubang tusukan yang dibuatnya pada dinding sel. Asam nukleat virus iru kemudian mengendalikan metabolisme sel dan mengarahkan bakteri itu untuk mensintesis lebih banyak asam nukleat virus serta bahan lain yang diperlukan untuk membuat partikel virus yang lengkap. Dalam waktu singkat partikel-partikel virus baru yang terbentuk itu dibebaskan oleh pecahnya dinding sel secara tiba-tiba dan menjadi bebas untuk menginfeksi bakteri lain. Penetrasi sel inang oleh bakteiofage yang mila-mula serabut ekor melabuhkan virus tersebut ke tempatnya pada dinding sel. Seludan ekor memendek intinya menembus ke dalam sel dan DNA virus disuntikkan ke dalam sel. b. Lisogeni Pada lisogeni DNA virus fage tenang tidak mengambil alih fungsi gen-gen sel, tetapi menjadi bergabung dengan DNA inang dan menjadi profage pada kromosom bakteri, berlaku seperti gen. Pada keadaan ini bakteri bermetabolisme dan berkembang biak dengan secara normal, dengan DNA virus tetap diwariskan pada sel anak melalui generasi selanjutnya. C. Patogenesis Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi. 1. Kerentanan Inang Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan imunologis inang dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah mekanisme nonspesifik dan spesifik (antibodi). Mekanisme nonspesifik dilakukan oleh sel-sel neutrofil dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik seperti respons antibodi memerlukan waktu beberapa minggu (Gambar 18.1). bakteri flora normal kulit dan permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi bakteri patogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke tubuh dapat dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh terbaik tentang kerentanan adalah AIDS, di mana limfosit helper CD4+ secara progresif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi (HIV). Mekanisme resistensi dipengaruhi oleh umur, defisiensi, dan genetik. Sistem pertahanan (baik spesifik maupun nonspesifik) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga rentan terhadap infeksi bakteri patogen. Beberapa individu memiliki kelainan genetik dalam sistem pertahanan. Resistensi inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa melonggar atau rusak (terluka). Abnormalitas fungsi silia sel peRNAfasan mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat masuk ke dalam tubuh melalui plastik. Oleh karena itu, prosedur pengantian plastik kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam (72 jam untuk kateter intravena). Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika sistem imun dan fagosit inang turut bekerja. Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotik, yaitu kemampuan difusi antibiotik ke organ nonsasaran (dapat mengganggu fungsi organ tersebut), kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah (meningkatkan resistensi), dan kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi-antibiotik. 2. Dasar Genetik Virulensi Faktor virulensi pada bakteri dapat dikode dari DNA kromosom, DNA bakteriofag, plasmid, atau tranposon (Tabel 18.1). Faktor virulensi Shigella dikode dari plasmid. Enterotoksin LTI dan LTII E. coli dikode dari plasmid dan kromosom. Toksin kolera Salmonella enterotoxin dan faktor invasi Yersinia dikode dari kromosom. Namun terdapat faktor vitulensi bakteri yang diperoleh dari bakteriofage melalui transduksi dan diikuti proses lisogeni. Bakteriofag temperate sering berkontribusi terhadap produksi faktor virulensi seperti toksin difteria (Corynebacterium diphtheriae), toksin eritrogenik (Streptococcus pyogenes), toksin mirip-Shiga (E. coli), dan toksin botulinum tipe C dan D (Clostridium botulinum). Gambar. Mekanisme bakteri memperoleh virulensi dari bakteriofage 3. Aktivitas Infeksi Bakteri Faktor yang dihasilkan mikroba dan dapat membangkitkan penyakit disebut faktor virulensi. Contoh faktor virulensi adalah toksin (substansi yang menghambat fagositosis dan dapat mengikat permukaan sel inang. Kebanyakan bakteri patogen oportunistik mengembangkan faktor virulensi yang memungkinkan memperbanyak diri di dalam inang tanpa terbunuh atau terbuang oleh sistem pertahanan inang. Banyak faktor virulensi hanya diproduksi oleh mikroba galur virulen (enterotoksi diproduksi oleh E. coli galur tertentu). Secara praktis, bakteri dapat dikatakan sebagai obyek tunggal yang mampu meyebabkan suatu penyakit (hanya beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit). Secara teleologis, tidak menguntungkan patogen membunuh inang. Hal ini karena dengan kematian inang, maka patogen juga ikut mati. Mikroba patogen teradapatasi tinggi adalah yang dapat tumbuh dan menyebar dengan sedikit energi dan sedikit kerusakan pada inang. 4. Resistensi Inang Meskipun mudah rusak, kulit merupakan pembatas penting antara tubuh dengan dunia luar. Untungnya, kebanyakan bakteri di lingkungan luar dapat diatasi dengan sistem imun normal. Namun pasien dengan sistem imun rendah seperti pasien kemoterapi kanker atau penderita AIDS terancam infeksi mikroba patogen oportunistik. Bagian terluar tubuh manusia dan mencegah masuknya benda asing adalah kulit dan permukaan mukosa. Bagian terluar kulit dan permukaan mukosa adalah lapisan sel-sel epitel. Sel epitel pipih berlapis kulit sangat sulit ditembus oleh mikroba. Pada permukaan kulit berkembang bakteri flora normal dan dapat berkompetisi dengan mikroba patogen. Sel epitel mukosa berkembang dan membelah dengan cepat. Hanya dalam waktu 36 - 48 jam sel epitel baru dapat bekerja efektif mengantikan sel epitel lama. Pada lapisan mukosa juga dijumpai substansi pelindung (lisosim, laktoferin, dan laktoperoksidase) terhadap invasi bakteri. Sel plasma lapisan submukosa mampu menyekresi mukus yang berisi imunoglobulin (didominasi sIgA). Mekanisme resistensi inang lainnya adalah kompetisi konsumsi besi. Besi bebas dalam darah dan jaringan sangat dibutuhkan oleh bakteri meskipun dalam jumlah sedikit. Transferin dan hemoglobin dengan cepat mengkonsumsi besi bebas, sehingga tidak memungkinkan tersedianya besi bebas di jaringan inang. Sel fagositosis berpatroli di seluruh peredaran darah dan jaringan dan menghancurkan benda asing. Sel fagositosis didominasi oleh neutrofil, tetapi monosit, makrofag, dan eosinofil turut serta. Aktivitas fagositosis terhambat jika jumlah bakteri sangat banyak dan memiliki faktor virulensi, sehingga mampu bertahan terhadap aktivitas lisosim dan pH asam. Aktivitas fagositosis gagal biasanya ditandai dengan peradangan di lapisan submukosa dan bakteri hidup di makrofag. Ketika peradangan terjadi, maka sel fagositosis bersama limfosit memulai sistem imun terhadap infeksi bakteri. Selama interaksi sel bakteri dengan makrofag, sel T dengan sel B atau dengan antibodi atau dengan sel termediasi imun berkembang untuk mencegah reinfeksi. 5. Patogenesis Termediasi Respons Inang Patogenesis pada kebanyakan infeksi bakteri tidak dapat dipisahkan dari respons imun inang. Kebanyakan kerusakan jaringan akibat respons inang daripada faktor bakteri. Patogeneisi termediasi respons inang dapat dilihat pada sepsis bakteri gram negatif, tuberkulosis, dan leprosi tuberkuloid. Jaringan rusak pada infeksi-infeksi tersebut disebabkan oleh faktor toksis yang dilepaskan oleh limfosit, makrofag, dan neutrofil pada lokasi infeksi. Kebanyakan respons inang sangat kuat, sehingga jaringan inang rusak dan memungkinkan bakteri resisten memperbanyak diri. Gambar. Mekanisme patogenesis termediasi respons inang Secara umum bakteri dapat masuk dan bertahan di dalam sel eukariota dapat bertahan terhadap antibodi humoral, tetapi dapat dieliminasi hanya dengan respons imun seluler. Namun bakteri ini harus memiliki mekanisme khusus untuk melindungi dari efek enzim lisosim yang ada dalam sel inang. Berdasarkan pertumbuhan selama patogenesis, bakteri patogen dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu patogen intrasel obligat, patogen fakultatif intrasel, dan patogen ekstrasel . Bakteri patogen intrasel adalah bakteri patogen yang selalu tumbuh di dalam sel inang selama proses patogenesis. Bakteri patogen fakultatif intrasel adalah bakteri patogen tumbuh di luar dan si dalam sel inang selama proses patogenesis. Bakteri patogen ekstrasel adalah bakteri patogen tumbuh di luar sel inang selama proses patogenesis. Pengelompokan bakteri patogen berdasarkan pertumbuhannya selama patogenesis. R. ricketsii menghasilkan fosfolipase untuk melarutkan vesikel fagosit, sehingga tidak peRNAh bertemu dengan lisosim. Legionella pneumophila lebih memilih hidup di dalam makrofag dan menghambat fusi lisosim dengan mekanisme yang belum diketahui. Coxiella burnetii lebih menyukai lingkungan bernilai pH asam di dalam granula lisosomal. Salmonella dan Mycobacterium sangat resisten terhadap aktivitas sel fagositosis. Bakteri yang tidak menginvasi sel inang, biasanya memperbanyak diri di fluida tubuh yang kaya nutrisi. V. cholerae dan Bordetella pertussis tidak peRNAh menembus jarungan tubuh, tetapi hanya menempel di permukaan sel epitel dan menyekresi protein toksin. E. coli dan P. aeruginosa bukan patogen invasif, tetapi mereka menyebar dengan cepat ke berbagai jaringan ketika memperoleh akses. Bakteri dapat dikatakan patogen intrasel ketika dia diceRNA oleh neutrofil dan makrofag, tetapi bakteri ini tidak mempunyai kapasitas bertahan tumbuh di lingkungan intrasel. D. Faktor Faktor Virulensi 1. Kolonisasi dan Perlekatan Sel-sel epitel mukosa biasanya mengeluarkan mukus untuk membersihkan permukaan mukosa secara teratur. Sel-sel epitel mukosa hanya memerlukan waktu 48 jam untuk meregenerasi sel-sel yang rusak. Untuk menginfeksi, kebanyakan bakteri harus melekatkan diri dan memperbanyak diri di permukaan mukosa sebelum mukus dan silia sel epitel membuannya. Untuk itu, bakteri memiliki pili atau fimbria yang dapat dipakai sebagai alat perlekatan ke permukaan mukosa. Faktor kolonisasi juga memerankan peranan penting dalam perlekatan bakteri ke permukaan mukosa. Beberapa bakteri yang menghasilkan faktor kolonisasi adalah V. cholerae, E. coli, Salmonella spp., N. gonorrheae, N. meningitidis, dan Streptococcus pyogenes.   2. Pili dan Pimbria Pili adalah apendages yang keluar dari dalam sel. Struktur pili berongga, sehingga memudahkan sintesis pili. Pili adalah polimer protein yang disintesis dari dasar ke ujung. Protein ujung pili mampu mengenali reseptornya pada sel inang, sehingga memungkinkan perlekatan pada sel inang. Reaksi perlekatan antara pili dan reseptornya sangat kuat dan sangat sulit dipisahkan. Setelah kontak dengan sel inang pili berdifusi dengan membran sel inang, sehingga pili menyediakan jembatan atau kanal bagi eksport material toksis bakteri patogen ke sitoplasma sel inang. Sintesis pili diregulasi oleh lingkungan, sehingga pili hanya disintesis dalam kondisi tertentu. Kebanyakan pili adalah antigen kuat, sehingga mudah dikenali oleh imunitas humoral dan seluler. Namun beberapa populasi bakteri patogen dapat mengubah struktur protein ujung pili (melalui mutasi), sehingga tidak mudah dikenali sistem pertahanan inang. Fimbria lebih langsing daripada pili. Fimbria juga menyediakan mekanisme perlekatan pada sel inang. Namun struktur fimbria kompak dan tidak berongga, sehingga tidak memfasilitasi eksport berbagai faktor virulenke ke sel inang. 3. Kapsula dan Struktur Permukaan Lain Bakteri memiliki beberapa struktur untuk dapat bertahan dalam inang. Kapsula telah diketahui sejak lama sebagai faktor pelindung bakteri dari pertahanan inang. Bakteri berkapsula lebih virulen dan resisten terhadap fagositosis dan pertahanan intrasel daripada bakteri tanpa kapsula. Organisme penyebab bakteremia (Pseudomonas) menghasilkan komponen yang disebut serum resistant. Komposisi dan struktur serum resistant mirip dengan komposisi kapsula. Salmonella typhii dan beberapa organisme penyebab paratifoid memiliki antigen permukaan, yaitu antigen Vi. Antigen Vi dapat meningkatkan virulensi bakteri. Antigen Vi terdiri atas polimer galaktosamin dan asam uronat. Antigen Vi mampu bertahan terhadap antibodi inang. Beberapa bakteri dan parasit mampu bertahan dan memperbanyak diri di dalam sel fagositosis. Mycobacterium tuberculosis mampu bertahan dan memperbanyak diri karena struktur permukaan selnya tahan terhadap aktivitas lisosomal sel inang. Parasit Toxoplasma gondii mampu menghambat fusi lisosom dan vakuola fagositosis. Sedangkan mekanisme bertahan dan memperbanyak diri Legionella pneumophila, Brucella abortus, dan Listeria monocytogenes di dalam sel fagositosis belum diketahu dengan jelas. Sintesis kapsula memerlukan energi dan karbon tinggi. Bakteri mampu meregulasi sintesis kapsula, sehingga memungkinkan merekan menyintesis kapsula dalam keadaan tertentu (menguntungkan). Bakteri mempunyai mekasime yang dapay mendeteksi inang dan dengan cepat mengekspresikan gen pengkode faktor virulensi termasuk kapsula. Bakteri patogen tidak menghasilkan kapsula jika dikultur dalam laboratorium. Mekanisme kapsula dalam virulensi bakteri patogen adalah mencegah fagositosis sel inang, memfasilitasi kolonisasi di sel inang, memberikan struktur unik yang mampu “menyembunyikan” dirinya dari sistem imun inang, dan memungkinkan perlekatan bersama membentuk biofilm yang tidak mudah dihancurkan oleh sistem pertahanan inang. 4. Faktor Invasi Setelah melekat di permukaan mukosa, bakteri harus mampu menembus lapisan mukosa, sehingga dapat tersebar ke seluruh jaringan tubuh inang. Bakteri patogen obligat intrasel seperti Rickettsia dan Chlamydia species dan bakteri patogen fakultatif intrasel menghasilkan faktor-faktor yang memfasilitasi invasi. Faktor invasi Shigella dikode dari plasmid 140 megadalton. Mekanisme invasi Rickettsia dan Chlamydia species belum diketahu dengan jelas. 5. Endotoksin Endotoksi terdiri atas komponen lipopolisakarida toksis membran luar bakteri gram negatif. Endotoksin berefek serius terhadap sel inang bahkan letal. Istilah endotoksi diintroduksi oleh Pfeiffer pada tahun 1893 untuk membedakan substansi toksis yang dikeluarkan setelah sel bakteri mengalami lisis dari substansi toksis (eksotoksin). Struktur endotoksin adalah kompleks lipid dan polisakarida. Struktur molekul endotoksin Salmonella spp. Dan E. coli telah diketahui secara detail. Meskipun semua molekul endotoksin mirip secara struktur kimiawi dan aktivitas biologis, tetapi terdapat keragaman di antara mereka. Kompleks molekul endotoksin dapat dibagi menjadi 3 bagian mulai terluar, yaitu rantai oligosakarida atau disebut rantai antigen-O, polisakarida core yang merupakan tulang punggu molekul, dan lipid A yang biasanya terdiri atas disakarida glukosamin yang melekat pada asam lemak dan fosfat. Jika bagian polisakarida diganti dengan polisakarida lain, maka toksisitas endotoksin masih terjaga. Namun jika bagian lipid A diganti dengan lipid lain, maka toksisitas endotoksin melemah. Oleh karena itu bagian toksis endotoksin adalah lipid A. Peran polisakarida adalah sebagai agen pelarut lipid A dan secara laboratorium posisakarida dapat diganti dengan protein pembawa seperti bovins erum albumin. Anggota famili Enterobacteriaceae memiliki beragam panjang rantai antigen-O. Sementara itu, N. gonorrhoeae, N. meningitidis, dan B. Pertussis tidak memiliki rantai antigen-O. 6. Eksotoksin Eksotoksin berbeda dengan endotoksin. Eksotoksin adalah protein toksis yang dilepaskan oleh bakteri patogen. Sebagian besar eksotoksin dengan berat molekul tinggi tidak tahan panas, tetapi eksotoksin dengan berat molekul rendah tahan panas. Eksotoksin dapat diproduksi oleh bakteri gram positif dan baktri gram negatif. Aksi eksotoksin terhadap sel inang biasanya terlokalisir dan khusus pada sel dan lokasi tertentu. Hal ini karena setiap eksotoksin memiliki masing-masing reseptor pada sel inang, misalnya toksin tetanus hanya berefek pada internuncial neuron. Kebanyakan eksotoksin dapat dikenali oleh antibodi. 7. Siderofor Baik hewan dan mikroba memerlukan besi dalam pertumbuhan dan metabolisme. Hewan memiliki mekanisme menahan besi dalam jaringan sehingga membatasi pertumbuhan bakteri patogen. Meskipun darah kaya akan besi, tetapi sangat sedikit dijumpai besi bebas di dalam darah. Sebagian besar besi telah diambil oleh hemoglobin dari eritrosit dan transferin dari plasma darah. Bakteri mampu menghasilkan reseptor untuk protein penangkap besi, sehingga menghambat penagkapan besi oleh sel inang. Dengan demikian jumlah besi bebas untuk pertumbuhan bakteri meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar