Entri Populer

Minggu, 09 Desember 2012

filsafat sains

3.1. Menuju Sinergisme Sains Dasar merupakan induk ilmu pengetahuan yang dapat digunakan manusia memenuhi kebutuhan melalui rekayasa dan teknologi. Salah satu fungsi Sains Dasar dalam pendidikan dasar, menengah dan tinggi adalah membentuk kemampuan dan pola bernalar yang sistematis, koheren dan konsisten. Kemampuan bernalar yang terasah baik akan menghasilkan generasi muda bangsa yang kreatif dan inovatif. Upaya memajukan Sains (Dasar) yang sangat utama adalah menghasilkan pengajar Sains Dasar pada tingkat pendidikan menengah (guru) dan pendidikan tinggi (dosen) dengan pemahaman dan penyusunan bahan ajar yang baik. Bahan ajar ini haruslah mengandung kekuatan bernalar dan kemajuan Sains terakhir. Pada tingkat pendidikan menengah, upaya tersebut tercatat telah dilakukan pada awal tahun 1970-an dengan program dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) yang dikenal dengan PKG (Pemantapan Kerja Guru) yaitu PKG IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) bekerja sama dengan FMIPA ITB dan PKG Matematika bekerja sama dengan FMIPA UGM. Program tersebut berjalan sepuluh tahunan. Fenomena yang terpantau adalah bahwa guru yang telah dibina menjadi lebih baik (meningkat) sedangkan guru yang baru lulus dari IKIP (Pendidikan MIPA), pengetahuan bidang ilmunya sangat rendah. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, yang perlu didorong adalah melaksanakan penelitian (riset) secara benar, tepat topik dan sasaran, sekaligus mendorong dosen-dosen untuk mengikuti program S3 (Doktor). Inilah gerakan baru, Revitalisasi Sains, yang dijalankan oleh pendidikan tinggi Sains Dasar (MIPA) dan Dewan Riset Nasional (Komisi Teknik Sains Dasar) pada dekade awal abad 21 ini. Sains Dasar harus merupakan ilmu yang benar, kuat dan maju. Sains Dasar sebagai ilmu mampu eksis karena kegunaannya yang nyata dan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat memahami Sains Dasar dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari. Masyarakat memahami prinsip dasar sains dalam berbagai bentuk peralatan teknik dan teknologi. Memajukan Sains Dasar merupakan kunci penting memajukan peradaban. Berbagai persoalan yang dihadapi manusia dapat diatasi dengan memanfaatkan keilmuan Sains Dasar dan aplikasinya. Bagaimana memajukan Sains Dasar dan dinamika kemajuan seperti apa yang diharapkan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa kita? Pokok-pokok pikiran inilah yang akan dibahas dalam bab ini. 3.2. Dasar Keilmuan untuk Maju a. Memajukan Matematika Matematika sebagai alat berpikir, mempunyai peran sentral dalam manusia terpelajar berpikir, merancang tindakan dan bertindak menuju tujuan dan sasaran kemajuan untuk menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Menurut Prof. Hendra Gunawan (2010, dalam ceramahnya) filsafat Matematika (ilmu/cara berpikir) adalah kebenaran yang dicapai secara terus menerus dan taat asas dengan menerapkan kebenaran aksiomatis dan asumsi-asumsi dasar untuk menghasilkan teorema/dalil yang berisi kebenaran yang telah dibuktikan. Pengkajian yang berkaitan dengan kebenaran yang dikenal sebagai epistemologi akan menjadi dasar proses penelitian. Adanya keyakinan akan imortalitas (keabadian) merupakan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Walaupun manusia sebagai penggerak matematika mengalami kematian, tetapi pengetahuan yang dimilikinya dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui generasi penerus ini, maka ilmu pengetahuan yang membawa kebenaran dan kesejahteraan duniawi dapat diteruskan untuk membawa kehidupan yang damai dan beradab. Komoditas matematika yang dihasilkan dan diwariskan akan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarak alat baik secara langsung ataupun sebagai penunjang keilmuan yang lain. b. Memajukan Fisika Fisika dibangun melalui dua metoda pendekatan yaitu induksi dan deduksi. Pendekatan induksi yaitu suatu pendekatan yang sangat membutuhkan kemampuan intuitif yang tinggi. Suatu lompatan pikiran (frog jump) perlu dilakukan untuk membangun suatu postulat atau aksioma. Sejarah keilmuan Fisika memberi contoh bagaimana terobosan pemikiran dilakukan oleh Planck dan Einstein telah menjadi fondasi munculnya Fisika kuantum. Teori Kuantum menjadi dasar berkembangnya teknologi semikonduktor, superkonduktor, fotonik, teknologi nano dan teknologi komputer. Lompatan pikiran dilakukan pula oleh Maxwell sehingga kelistrikan dan kemagnetan dapat digayutkan dalam satu teori elektromagnetik. Teori elektromagnetik telah mendorong kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Teori relativitas Einstein telah memberi pemahaman baru tentang ruang dan waktu yang melengkung yang teraplikasi dalam penentuan posisi di bumi maupun posisi benda langit. Masih banyak lagi teori Fisika yang memberi kontribusi besar bagi kemajuan peradaban manusia. Pendekatan deduksi dilakukan dengan menurunkan atau mengaplikasikan teori atau model untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Eksperimen merupakan jalur deduksi untuk membuktikan teori, menguji model dan memperoleh pengetahuan baru serta mengembangkan teknologi. Kesabaran, ketelitian, dan inovasi sangat dibutuhkan dalam proses eksperimen. Kerja eksperimental telah membawa kemajuan di bidang Fisika dan teknologi. Fisika dalam tataran teori sekalipun sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Sains Fisika selain dikembangkan untuk memajukan ilmu itu sendiri, harus ada manfaat praktisnya dalam memajukan bangsa dan kemanusiaan (human purpose). Fisika dalam tataran teori sekalipun sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Sains Fisika selain dikembangkan untuk memajukan ilmu itu sendiri, harus ada manfaat praktisnya dalam memajukan bangsa dan kemanusiaan (human purpose). Menurut Prof. Freddy P. Zen (2010, dalam ceramahnya) di Indonesia dapat dikembangkan apabila sains dasar (Fisika) kuat dan maju. Aspek kebijakan anggaran juga menentukan pengembangan teknologi sebagai penerapan fisika. Para fisikawan harus bekerja keras, mandiri, inovatif dan memiliki nasionalisme yang tinggi. Pemerintah dan masyarakat pun harus memiliki kepercayaan terhadap produksi/teknologi karya anak bangsa. c. Memajukan Astronomi Perkembangan Astronomi yang semakin pesat di Indonesia dimulai pada tahun 1948, yaitu ketika Dekan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) Universitas Indonesia, Prof. M. Th. Leeman mengatur timbang terima sebuah observatorium. Observatorium itu dibangun tahun pada 1920 oleh institusi swasta, yaitu Perhimpunan Ilmu Bintang Hindia Belanda (“Dutch East Indies Astronomical Association). Dalam bulan Oktober 1951, observatorium yang dikenal dengan sebutan observatorium Bosscha yang telah beroperasi sejak tahun 1928 ini secara resmi diserahkan kepada FIPIA (yang kemudian menjadi FMIPA, Institut Teknologi Bandung), dan G.B. van Albada diangkat sebagai Professor pertama pada Departemen Astronomi saat itu. Dengan adanya asosiasi observatorium Bosscha dengan universitas, tidak hanya menjamin pasokan astronom pada saat itu, tetapi juga memungkinkan dimasukkannya astronomi ke dalam kurikulum Fisika di universitas. Apalagi fasilitas pengamatan, instrumen pembantu, serta perpustakaan yang lengkap dan mutakhir di observatorium Bosscha pada saat itu semakin mendukung berkembangnya Astronomi pada saat itu. Teleskop pertamanya pada saat itu adalah sebuah Double Refractor Zeiss berdiameter 60 cm yang mulai beroperasi pada tahun 1928, kemudian disusul dengan Refractor Bamberg berdiameter 37 cm, dan Refractor Unitron yang berdiameter 102 mm, teleskop Schmidt Bimasakti dengan diameter lensa 51 cm, Reflector GAO-ITB, teleskop Hilal yang berdiameter 6 cm, 2 buah teleskop radio, dan teleskop-teleskop kecil lainnya. Dalam Astronomi, setiap posisi geografis yang berpotensi untuk berkontribusi, dikarenakan pengamatan pada berbagai posisi geografis yang berbeda akan menghasilkan pengamatan yang juga berbeda. Secara khusus, Indonesia memiliki posisi geografis yang menguntungkan yang mengakibatkan Indonesia dilibatkan dalam pengamatan oposisi Mars pada tahun 1954, 1956, dan pada tahun 1970 bersama astronom dari The Lunar Planetary Laboratory, Arizona, Amerika Serikat. Namun demikian, hingga pada tahun 1980-an, jumlah astronom di Indonesia masih sangat sedikit, dapat dihitung dengan jari, sehingga spesialisasi dalam cabang Astronomi juga sangat terbatas. Padahal, pengembaraan dan penyelidikan luar angkasa serta penelitian matahari yang terus berkembang memerlukan astronom yang spesialis dalam jumlah yang tidak sedikit. Pendidikan formal Astronomi pun di Indonesia hingga saat ini hanya ada di ITB. Menurut Prof. Suhardja D. Wiramihardja, cara untuk memajukan sains di bidang Astronomi adalah mendorong lahirnya sentra-sentra pendidikan astronomi di tempat-tempat lain di Indonesia, mengadakan kerjasama Internasional (saat ini kerjasama yang telah dilakukan adalah dengan Belanda (Indonesia-Netherland Association) dan Jepang (Japan Society for Promotion of Sciences), dan SEAAN (South East Asean Astronomical Network)), menarik sumber daya manusia yang berkualitas tinggi melalui olimpiade Astronomi (yang telah mulai dilakukan) dan pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung untuk perkembangan Astronomi. Sebagai contoh adalah teleskop yang merupakan salah satu pendukung utama perkembangan astronomi. Teknologi Indonesia sangatlah tertinggal. Indonesia memiliki teleskop terbesar dengan diameter 0,7 m. Bandingkan dengan Thailand yang tahun depan akan memiliki teleskop dengan diameter 2,4 m, atau dengan masyarakat Eropa yang akan membangun teleskop dengan diameter 42 m. d. Memajukan Kimia Di Indonesia, seperti yang kita ketahui, keterbatasan dana dan peralatan penunjang penelitian merupakan masalah utama. Hal ini sangat ironis karena Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah ruah yaitu sumber daya manusia dan alam. Sebagai contoh, penduduk Indonesia menempati peringkat ke 5 dunia, keanekaragaman hayati hutan nomor 2 dunia dan kepulauan terbanyak di dunia yang secara tidak langsung menunjukkan kekayaan hayati laut di dalamnya. Ini semua menyimpan potensi untuk diteliti, dikelola dan dimanfaatkan untuk kemajuan, kesejahteraan dan kebanggaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia harus memiliki keyakinan yang kuat untuk maju. Maju dalam hal ini bukan hanya maju sendiri tetapi maju bersama. Menurut Prof. Dr. Euis Holisotan Hakim kekayaan alam yang melimpah ruah di Indonesia merupakan aset yang berharga untuk dikembangkan. Penelitian akan kekayaan alam Indonesia akan menghasilan karya yang orisinil dan dapat digunakan untuk membanggakan bangsa Indonesia. Sebagai contoh senyawa baru dari pohon nangka yang merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia dinamai artoindonesianin oleh grup beliau. Selain penelitian, menghilirkan penelitian juga merupakan hal yang penting. Prof. Bambang Setiaji merupakan salah satu orang yang mampu menghilirkan pengetahuannya. Beliau memiliki perusahaan yang bergerak dalam industri kelapa. Tercatat setidaknya 23 orang mahasiswa doktor yang bekerja untuk pemanfaatan kelapa yang kemudian dikembangkan untuk skala industri. e. Memajukan Ilmu Hayati Ilmu hayati sebagai ilmu dasar dapat berdiri sendiri karena fondasinya yang kuat, yaitu pengamatan, fakta, perilaku, dan analisis perbandingan yang diterapkan pada makhluk hidup yang lahir, tumbuh dan kemudian mati. Teramatinya berbagai kesamaan sifat-sifat karakter yang tetap (genetik), proses-proses kehayatan yang merupakan proses Kimia dan kebergantungan pertumbuhan kehayatan karena temperatur, tekanan, gelombang akustik, listrik, medan magnet, dan sebagainya mengundang cabang ilmu “mengukur” (Kimia dan Fisika) dan ilmu konstruksi (rekayasa dan teknologi) untuk “bekerja” dimana ilmu hayati atau benda hayati (makhluk hidup) sebagai “mesin pemroses” yang memproduksi sesuatu (daun, buah, batang, zat tertentu dan sebagainya) yang bermanfaat bagi manusia. Dari sini berkembanglah ilmu hayati dengan sangat cepat dan maju menghasilkan teori-teori baru dan cara pemanfaatan baru, seperti : mikroBiologi, biologi molekuler, bioteknologi, bioengineering, biomanagement (yang sifatnya fisikal hayati pada makhluk ataupun pengelolaannya oleh manusia). 3.3 Tata Kerja Sistemik : Metodologi Penelitian Dengan memahami hakekat kebenaran yang akan diungkapkan, hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan kemajuan ilmu itu sendiri, perangkat berpikir serta bagaimana kesalingbergantungan untuk menghasilkan pertumbuhan, disepakati cara-cara berikut: • Kerangka berpikir • Pengamatan dan data • Teori • Metodologi penelitian Untuk menghasilkan filsafat ilmu, maka orang perlu menguji kebenaran ilmu pengetahuan pada prosesnya, yaitu hasil fakta pengamatan pada percobaan baik yang terjadi dengan sendirinya di alam atau dibuat khusus, data yang diinginkan dari pengamatan tersebut dan teori yang digunakan pada proses tersebut. Kerangka berpikir filsafat mencoba memberikan kejelasan tentang makna dan peran komponen ilmu pengetahuan agar hasilnya dapat mengokohkan pendirian kebenaran alur penjelasan proses tersebut. Pengamatan suatu proses adalah hal-hal yang dicatat tentang bagaimana suatu proses alam atau proses yang sengaja dibuat (yang disebut percobaan) berjalan. Data adalah kumpulan informasi yang dapat diperoleh dari catatan pengamatan untuk keperluan tertentu yang dituntut oleh teori yang berlaku atau digunakan dalam mempelajari proses yang terjadi. Metodologi penelitian adalah penyusunan tata cara sistemik untuk mencari kebenaran dan kelanjutan penemuan fakta baru dari kebenaran untuk mendapatkan teori. Kerangka berpikir filsafat akan menguji kebenaran pengamatan oleh karenanya pengamatan yang benar adalah pengamatan yang dapat diulangi dan menghasilkan fakta yang sama. Penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan berkenaan dengan kebenaran, tentang : • Fenomena yang dapat diamati tetapi belum terjelaskan benar sifat-sifatnya menurut hukum-hukum, postulat atau aksioma dan prinsip-prinsip yang telah diakui kebenarannya • Bagaimana penyelesaian suatu peroalan (masalah) yang ada (teramati) • Menghasilkan suatu tantangan terbaik (menggunakan hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang benar) yang akan bermanfaat bagi kehidupan Teori adalah kumpulan kalimat pernyataan atau keyakinan beserta konsekuensi logisnya. Teori akan menghasilkan perilaku teoretik dari model (fenomena, persoalan, rancangan) teori yang dipilihnya. Si peneliti akan mencoba menggunakan pengamatan dan fakta yang ada untuk menghasilkan data berdasarkan model teori yang dipilihnya yang perlu dibuktikan kebenarannya Gambar 3.1 Pilar Alur Kerja Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 3.4 Membangun Teori Berteori terjadi ketika menyusun suatu penjelasan tentang sesuatu yang baku untuk disebarluaskan, ada permasalahan yang perlu diselesaikan yang menuntut adanya suatu teori yang tepat agar solusinya tepat dan kokoh, ada permasalahan yang terjadi secara “acak” atau tak menentu, sehingga teori yang tepat dapat digunakan untuk “prediksi”, akan melaksanakan suatu pekerjaan yang membutuhkan kondisi seperti : harus aman/selamat, harus efisien karena biaya terbatas, harus cepat selesai, dan sebagainya. Awal berteori terjadi karena adanya : 1. SEBAB-AKIBAT a. Ke Depan (Forward) Dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang aksioma, postulat, teorema/dalil yang ada yang kemudian diturunkan menjadi teori baru tentang masalah tersebut Contoh : Percepatan gravitasi g dari suatu titik di muka bumi yang suatu datanya diubah dengan gravimeter dengan prinsip pegas yaitu komponen vertikal gz. Dari contoh tersebut mekanisme g adalah dari teori medan gravitasi Newton, teori yang ada adalah percepatan gravitasi antara titik m dengan titik M yang memiliki massa sangat besar. dengan : = posisi titik amat dan elemen volume V0 V0 = volume Bumi Dari persamaan di atas, maka dapat diturunkan suatu teori baru untuk mencari besarnya komponen vertikal, yaitu : b. Ke Belakang (Inverse, Membalik) Mengetahui terlebih dahulu berbagai aksioma, postulat, teorema, baru kemudian berhadapan dengan fenomena, fakta, dan data tentang masalah itu dengan mencari teori yang tepat. Contoh : 1. Mengingat, menggunakan teori ke depan untuk bentuk-bentuk muka (Bumi) sederhana dilihat dari perilaku (g) teoretiknya. Cek apakah sama dengan fakta atau data 2. Menduga secara sistematik Dari persamaan ke depan, bila yang diketahui fakta/datanya adalah gz dimana bumi di banyak titik, maka tampak bahwa yang tidak diketahui adalah bentuk V0, distribusi nilai ( ). Artinya ini akan menghasilkan solusi tidak tunggal. Artinya : satu data g¬z dapat dihasilkan oleh beberapa kombinasi distribusi ( ) dan bentuk V0. Cara pikir pandang sistemik adalah :  Membuat ruang V0 yang terdiri dari elemen volume dalam bentuk sederhana seperti “bola kecil” atau “balok”, sehingga masing-masing elemen punya bentuk nilai ke depan yang dapat dihitung secara analitik (diturunkan terlebih dahulu).  gz total adalah jumlah dari nilai elemen volume kecil tadi untuk berbagai posisi  Bentuk V0 ditentukan terlebih dahulu tanpa mempengaruhi keakuratan bola besar, balok besar atau 2 dimensi (dimensi ke-3 tak hingga).  “Ketepatan distribusi dengan cara optimisasi misalkan bahwa penyimpangan “total” tertentu. Persamaan tersebut dapat diselesaikan secara numerik dengan iterasi nilai . c. Sistem Linier  Jika S adalah suatu sistem pemroses, fi adalah suatu masukan yang diproses serta gi adalah hasil dari proses tersebut, maka gi = S(fi). S disebut linier jika  S(afi) = agi , a = tetapan  S(f1 + f2) = S(f1) + S(f2) = g1 + g2  Jika t adalah variabel dari masukan f, maka g(t) = dengan :  Integral tersebut disebut dengan integral konvolusi  S disebut dengan fungsi karakteristik dari sistem  g adalah akibat.  Jika f dan g dapat terukur, bagaimana cara menentukan S? d. Teori Medan Medan adalah sesuatu besaran yang dihasilkan oleh sumber (penyebab) dengan besaran tersebut merupakan indikasi adanya sumber dan nilainya bergantung pada posisinya terhadap sumber. Contoh :  Medan listrik adalah akibat hukum Coulomb  Medan gravitasi  Medan magnetik dari arus listrik  Medan gelombang, dsb Bentuk medan alam adalah absolut dan dipercaya kebenarannya. Karena adanya medan alam maka dikembangkanlah prinsip pengukuran tanpa menyentuh ( tak langsung ) yang biasa dikenal sebagai “Non Destructive Test” e. Reaksi Kimia  Asam-Basa, pembentukan H2O (air) NaOH + HCl  NaCl + H2O  Oksidasi-Reduksi Fe + 2HCl  Fe + Cl2 + H2  Membentuk endapan Ba(NO3)2 + H2SO4  2HNO3 + BaSO4(s)¬  Reaksi Organik, pengikatan H2O Esensi yang diperoleh dari reaksi-reaksi Kimia tersebut adalah suatu kondisi tertentu (kecepatan reaksi) jika melewati batas tertentu terjadi : pengendapan, gas, atau pembentukan molekul stabil. f. Kemampuan Menahan Setiap material memiliki kekuatan S terhadap tekanan, tarikan, pemanasan, aliran listrik, dan sebagainya, yang mana jika besaran operasional O  S (dimensi sama), maka akan terjadi kerusakan seperti : jebol, bocor, hancur, dan sebagainya. 2. DIFERENSIAL a. Kepekaan (Sensitivitas) Kepekaan adalah perubahan nilai suatu besaran tertentu akibat terjadi perubahan sangat kecil dari suatu variabel atau parameter pembentuknya. b. Elastisitas Pengertian Fisika tentang elastisitas adalah sifat elastik (linier) seperti dalam pegas: , dimana F adalah gaya yang bekerja, dan x adalah simpangan yang akan kembali ke kesetimbangan. Jika ini dikaitkan dengan sifat elastisitas bahan padat, maka dapat dituliskan sebagai : , dimana stress adalah tegangan (gaya/luas) yang bekerja pada benda,dan strain adalah perubahan relatif panjang (dy/y dari benda). Besaran strain =dy/y adalah ukuran elastisitas. Jika pada suatu sistem lain (non-Fisika) diduga terjadi hubungan fungsional antara F, misal fungsi produktivitas terhadap besaran x, y, dan z, ternyata ada suatu “peristiwa” yang akan mempengaruhi besaran F. Dari hasil pengukuran dengan mengubah-ubah x, y, dan z, ternyata terdapat hubungan tertentu (x/x), (y/y), (z/z) dengan (F/F). Hubungan ini dipahami sebagai hubungan elastisitas karena mengaitkan sifat elastic dari variable tersebut. Dari bentuk hubungan elastisitas ini, bentuk F(x,y,z) dapat diperkirakan. c. Deret Ada banyak macam deret, salah satunya adalah deret Taylor yang memiliki persamaan sebagai berikut : Maka mendekati nilai nilai F(x) dari nilai F(x0) yang telah diketahui dengan mengamati kepekaan nilai terhadap perubahan posisi. Deret taylor biasanya digunakan pada  Pendekatan Born (Fisika)  Uraian gerakan mekanik dalam sistem + …. Jika di x0 dipaksa F(x0) = 0, tidak ada gerakan, maka 3. OPTIMASI Optimasi merupakan kondisi maksimum atau minimum dengan syarat/constraints : MAX f(x, y, z) dengan SYARAT g1(x, y, z) = a, gz(x, y, z)  b. 4. ANALOGI Melakukan analogi (kesamaan mekanisme) suatu proses yang dibahas dengan proses alam (yang pasti ada). Contoh :  Bangunlah “jiwanya”, bangunlah “badannya”  Hubungan potensi, motivasi, dan prestasi seseorang  Ketahanan nasional merupakan paduan antara “keuletan” dan “ketangguhan”  Proses alam  Momentum = massa x kecepatan ( ) sehingga a. b. c. MELANJUTKAN TEORI, MELENGKAPI BUKTI KEBENARAN TEORI Melanjutkan teori dapat dilakukan dengan mempelajari teori yang sedang berlaku (sudah dibuktikan benar) dan mencari peluang ke “daerah baru” dimana teori itu perlu diuji atau diterapkan. Sedangkan melengkapi bukti kebenaran teori dapat dilakukan dengan melakukan riset material maju dimana riset tersebut adalah upaya untuk melengkapi bukti teori kuantum material buatan dengan membuat material baru dan mengukur sifat-sifatnya (karakterisasi) sehingga ada harapan menemukan sifat-sifat istimewa, dan teori akan terbukti benar dan dikembangkan lebih rinci dan lengkap yang terdiri dari tahapan berikut: KONSTRUKSI TEORI Konstruksi teori adalah menyusun secara rinci suatu teori dari awal berpikir sampai lengkap yang terdiri dari tahapan berikut: a. Merakit Teori Alur logika keberadaan suatu teorema/dalil adalah untaian kebenaran dari teorema-teorema sebelumnya. Dalam matematika, kebenaran teorema adalah 100% dalam Fisika dan Kimia yang perlu dibuktikan secara pengukuran dengan memperkenalkan toleransi menuju 100% di setiap tahap kebenaran. Di akhir untaian yaitu teori baru yang lengkap harus menunjukkan secara benar dan mantap implikasi kebenaran teori-teori awal yang dirujuk. b. Menggunakan/menerapkan teori Dalam menggunakan teori perlu diketahui persyaratan atau kondisi yang harus dipenuhi dari model ideal yang mendasarinya. Pengkondisian ini akan menjamin berlakunya dan hasil yang diperoleh dari bekerjanya teori dalam Fisika dan Kimia. Proses pengkondisian ini digunakan untuk menilai apakah hasil suatu percobaan dan pengukuran dapat dipercaya. Proses pengkondisian ini dirupakan pada teknologi canggih pada instrumentasi pengukuran seperti ESR, NMR, HRMS, XRD, mikroskop elektron. c. Penguatan Sains Dasar Kebenaran teori harus diterima secara bersama, baik secara matematika dalam penalaran kuantitatifnya (penurunan rumus atau rumusan); secara Fisika dalam penalarannya melalui proses (mekanisme) yang terjadi dan hasil pengukurannya; secara Kimia khususnya jika terkait dengan analisis dan pembuatan material; dan secara ilmu hayati (Biologi) jika terkait dengan sistem kehayatan. Demikian pula terjadi penguatan pada hukum-hukum kuantum (mekanika, Kimia, sistem kristal, interaksi mikro dan nano), hukum-hukum klasik termodinamika dan elektromagnetik serta penerapannya pada sistem hayati yang menghasilkan berbagai terobosan di Biologi molekuler, bioteknologi, dan engineering biology. CONTOH Pengalaman mengembangkan kecerdasan magnetik (Hendrajaya, ……….) teramati fenomena sebagai berikut :  Dalam adu “tenaga dalam” orang tidak saling bersentuhan, tetapi menyebabkan salah seorang terdorong, tertarik, dan atau terputar.  Seseorang bisa tahu keinginan orang lain tanpa berkomunikasi.  Seseorang dapat mengobati orang lain untuk penyakit tertentu dari jauh. Kesemua contoh tersebut merupakan fenomena tanpa kontak. Interaksi dinamik (terlibat gaya) tanpa kontak adalah “interaksi magnetik” Pertanyaan : adakah bagian tubuh manusia yang sifatnya magnetik? Dari hasil pembelajaran ternyata hemoglobin (butir darah merah) mengandung ion Fe (Fe2+, Fe3+) yang bermanfaat untuk mengikat oksigen dari paru-paru. Pembuluh darah ada di seluruh tubuh manusia, organ internal, dan sampai ke otak. Tubuh manusia banyak mengandung H2O yang karena spinnya menghasilkan sifat magnetik inti atom (nuclear magnetism). Sifat magnet ini termasuk yang melakukan perintah pikiran. Berdasarkan hal tersebut riset dilakukan dan menemukan kemampuan manusia yang didefinisikan sebagai “kecerdasan magnetik”, yaitu keerdasan mendapatkan medan biomagnetik yang dapat dikeluarkan dan mempengaruhi syaraf dan pikiran manusia. 3.5 Maju : Membangun “Diri” dan Bangsa (Hendrajaya, 2010, Dinamika Ilmuwan Sains Dasar) 1. Dinamika Sains Dasar Dinamika adalah proses gerak di mana sumber atau penyebab gerak, bagaimana gerakannya serta ke arah mana gerakan terangkai dalam mekanisme yang ternalar. Dinamika Sains Dasar dapat diartikan sebagai gerakan pertumbuhan Sains Dasar yang ternalar dengan maksud dan tujuan yang terpantau dan terukur, dalam hal ini diarahkan untuk kemajuan diri (ilmuwan) dan bangsa (masyarakat). Seperti halnya bidang ilmu yang lain, Sains Dasar juga mengalami perkembangan (baca: dinamika) yang dari waktu ke waktu semakin luas, dan tugas seorang ilmuwan adalah untuk terus mengawal dan memastikan keberlangsungan dinamika tersebut menuju sesuatu yang bernilai manfaat, baik untuk dirinya sendiri, untuk perkembangan ilmu tersebut, untuk masyarakat, maupun untuk bangsa. Indikasi dari manfaat tersebut bisa berupa kesejahteraan yang dinikmati oleh ilmuwan itu sendiri ataupun masyarakatnya karena “berkah” dari ilmunya, atau bahkan setidaknya dengan semakin kuatnya riset-riset dan kajian ilmu tersebut dalam komunitas mereka. 2. Struktur Proses Dinamika Sistem Penalaran Sains Dasar Sebuah bangsa yang maju ditandai salah satunya dengan majunya bidang Sains Dasar. Dalam hierarki keilmuan, Sains Dasar menduduki posisi yang sangat strategis dan vital. Ia menjadi fondasi bagi kemajuan bidang-bidang keilmuan yang lain. Melalui Sains Dasar, peradaban manusia yang meliputi peningkatan hasil karya, peningkatan kemampuan berpikir beserta pemanfaatannya untuk menuju hidup yang damai adil dan sejahtera dibangun. Hal ini karena dengan Sains Dasar, segala permasalahan kehidupan akan dapat diselesaikan, baik melaui terapan terhadap persoalan nyata kehidupan, aplikasi di dunia industri yang sifatnya masal maupun dalam bentuk cara berpikir yang kritis dan konstruktif dalam memecahkan persoalan kemasyarakatan. Sains Dasar memiliki struktur penalaran yang sangat rigid. Matematika misalnya mengajarkan tentang konsep benar salah, pemakaian simbol-simbol untuk menyederhanakan sebuah persoalan fisis, mengajarkan ketrampilan dalam proses, baik proses artimatika, diferensial integral, fungsi dan sebagainya, dan juga mengajarkan ketrampilan berpikir kritis, deduktif, induktif, analisis dan sintesis terhadap setiap persoalan. Begitu juga Fisika yang merupakan ilmu yang mengkaji kejadian alam lebih menekankan pada kejadian sebab akibat, baik yang dapat diukur langsung maupun tak langsung. Bahkan, Fisika dalam keseringannya tidak dapat dilepaskan dari Matematika, utamanya yang berkaitan dengan peringkasan suatu kejadian dalam bentuk simbol dan rumus. Selain itu, sinergi antara Fisika dengan matematika juga banyak diperlukan pada pembahasan entitas Fisika yang tidak dapat disentuh langsung yang kemudian disebut sebagai “medan Fisika”, seperti panas, cahaya, listrik, gravitasi dan magnet. Sementara itu, di sisi lain Kimia sebagai bagian dari proses di alam juga tidak dapat dilepaskan dari penalaran Matematika dan Fisika. Keterkaitan bidang Sains Dasar dengan bidang ilmu yang lain secara lengkap dapat ditampilkan seperti bagan berikut Gambar 3.2 Kedudukan Sains Dasar terhadap bidang ilmu lain Agar Sains Dasar memiliki nilai tambah yang nyata bagi peradaban umat manusia, diperlukan usaha untuk menerapkan atau merekayasakan Sains Dasar tersebut dalam sebuah teknologi dan untuk selanjutnya “dihilirkan” dalam dunia industri. 3. Kendala Lingkaran Kebuntuan Pengajar Sains Dasar Selanjutnya kita akan melihat lingkaran kebuntuan yang terjadi pada pengajar Sains Dasar. Di Indonesia secara khusus, sejak tahun 1970 hingga tahun 2000, institusi Sains Dasar hadir bukan karena dianggap perlu atau memang seharusnya ada (exist by default). Hal ini ditambah lagi dengan kehidupan pragmatis yang mempersepsi bahwa Sains Dasar tidak menghasilkan manfaat dengan segera, maka Sains Dasar kurang dihargai (dibiayai) dibandingkan ilmu turunannya yang di hilir. Kondisi inilah yang menghasilkan lingkaran kebuntuan pengajar Sains Dasar (Lihat gambar??) pada masa-masa itu. Hal-hal yang dihargai adalah : • yang menghasilkan komoditas (teknik), • atau yang menghasilkan tatanan pengelolaan uang (ekonomi) • atau yang menghasilkan kekuasaan (pemerintahan, politik, pertahanan, kemanan, dan hukum) Akibatnya , bisa kita lihat pada pengajar Sains Dasar, yaitu : • perasaan “nrimo” • perasaan termarginalkan atau terpinggirkan • dekat dengan garis kemiskinan • tidak bisa menanggapi pembaharuan • tidak mampu mengadakan perubahan • terbentuk lapisan komunitas “mediocre”, lapisan tidak maju dan penghalang kemajuan • budaya iri Gambar 3.3 Lingkaran Kebuntuan Pengajar Sains Dasar 4. Solusi Iteratif : Revitalisasi Sains Dasar Agar intensitas dinamika Sains Dasar dapat terus berjalan secara sistemik, beberapa hal perlu dilakukan, antara lain dalam bentuk perhatian dan insentif terhadap para pelaku Sains Dasar (baca: ilmuwan dan mahasiswa) seperti perbaikan gaji dan tunjangan fungsional bagi para ilmuwan, pemberian beasiswa pascasarjana, pembangunan surplus center bagi mahasiswa dan pendampingan agar dapat bekerja secara benar. Dengan adanya perhatian khusus ini, diharapkan minat untuk mengembangkan Sains Dasar pun akan meningkat yang dalam jangka panjang akan berkontribusi positif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Selain hal di atas, solusi lain yang bisa ditawarkan untuk mengembangkan Sains Dasar adalah melalui pembinaan soft skill yang meliputi pembinaan kepribadian untuk selalu berpikir, berinovasi, berkreasi. Pengembangan dan pembinaan jiwa kepemimpinan (leadership) juga sangat positif untuk membawa kemajuan institusi dan bidang ilmu dan keahlian. Dalam institusi perguruan tinggi, dengan adanya kepribadian dan jiwa kepemimpinan untuk maju ini akan dihasilkan lulusan-lulusan yang tidak hanya menguasai sains dan bidang ilmu mereka, namun juga lulusan-lulusan yang tahan banting dalam segala keadaan yang dapat diandalkan untuk membangun diri dan masyarakatnya. Dari sisi keilmuan, Sains Dasar dapat diperkuat dengan berbagai cara, antara lain dengan menugaskan beberapa ilmuwan untuk menekuni ujung tombak pertumbuhan ilmu maju dengan tetap memperhatikan dan mengerjakan aspek terapannya agar tetap bisa survive dalam bidang ilmu tersebut. Sebagai contoh, seorang ilmuwan atau dosen Fisika Instrumentasi didorong untuk melanjutkan studi lanjut doktor di bidang Fisika Instrumentasi, namun dengan orientasi untuk menekuni dan mengaplikasikan itu dalam bidang-bidang yang lebih terapan, khususnya yang sangat memungkinkan untuk diterapkan di lingkungannya. Ini dilakukan agar kelak ketika dia pulang ke masyarakat atau daerahnya, ilmu yang ditekuni tersebut tidak sekedar ilmu untuk ilmu, namun ilmu untuk masyarakat, artinya keahlian yang dimiliki tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, budaya menghilirkan ilmu (baca: Sains Dasar) akan menjadi lebih mudah dilakukan. Di sinilah, perkembangan Sains Dasar akan berjalan semakin dinamis. Bahkan tidak menutup kemungkinan, berkembangnya hilir-hilir dari Sains Dasar tersebut akan melahirkan hilir-hilir baru. Atensi lain yang bisa dilakukan untuk menjaga keberlangsungan perkembangan Sains Dasar adalah dengan mendorong dan mewajibkan kepada para ilmuwan dan dosen di setiap perguruan tinggi untuk melanjutkan studi ke jenjang Doktor. Riset-riset yang dilakukan dalam studi tersebut diarahkan untuk memanfaatkan sesuatu bahan dan sumber daya yang ada sebagai keunggulan lokal. Dengan banyaknya orang yang mengambil studi Doktor, diharapkan riset-riset akan terus berlangsung. Dampaknya, akan banyak publikasi dan seminar yang dilakukan untuk menyebarkan hasil-hasil penelitian tersebut. Keberlanjutan riset terjadi ketika hasilnya mendapat apresiasi dari negara, atau instansi swasta karena kemanfaatannya. Dengan pendekatan di atas, Sains Dasar sebagai rumpun ilmu pokok tidak hanya berkembang dalam lingkup keilmuannya sendiri, akan tetapi tidak menutup kemungkinan menyentuh sendi-sendi keilmuan yang lain, seperti ekonomi, manajemen, sosiopolitik dan lain sebagainya. 5. Sains Dasar untuk Membangun Diri dan Bangsa Pernahkah anda melihat bangunan yang belum jadi? Seperti itulah gambaran kehidupan kita selama ini hingga waktu yang ditentukan, pembangunan diri akan berakhir pada batas akhir prosposal proyek yang kita bangun, yang telah disepakati diawal zaman sebelum peletakkan batu pertama, anggaran belanja kebutuhan, bahan material, ongkos tukang, kontruksi bangunan, kekuatan fondasi, ukuran daya tahan gempa, dan lain sebagainya telah ditentukan oleh insinyur utama. a. Membangun Diri Kekuatan yang mendukung seseorang agar tampil sempurna terdiri dari kekuatan berpikir yang ditopang oleh ilmu pengetahuan,kekuatan jasmani yang sehat, dan kekuatan batin yang dilandasi iman dan takwa di sinilah perlunya tekad membangun diri. Kekuatan fisik yang dimiliki oleh seseorang tidaklah dapat dipergunakan secara maksimal apabila tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup serta kemampuan berpikir yang cerdas. Berikut adalah hal yang dapat dilakukan untuk mendorong membangun diri: • Mencapai kompetensi akademik tertinggi (DR) guna mematangkan aspek filosofi keilmuan terkait secara analogi yang tepat diterapkan dalam kehidupan. Orang yang menuntut ilmu wajib mengejar pengetahuan dan kebajikan. Komponen dosen yang adalah ilmuwan, intelektual, dan pendidik, dituntut untuk senantiasa menggali dan mengejar pengetahuan ilmiah yang terbarukan. Selain itu, mengejar kebajikan, baik dalam kedudukan sebagai pendidik, penggali, maupun pengabdi ilmu kepada masyarakat, adalah tiga dimensi fungsi kelembagaan yang dengan spirit nilai-nilai keilmuan yang universal itu, dipadukan dan diemban secara serasi pula. • Rujuk paradigma kemandirian: Tridharma (Terpadu, produktif, terukur) sebagai poin dalam memajukan karir dan sejahtera (lihat Bab 6) b. Membangun Bangsa Trifungsi pokok perguruan tinggi di Indonesia adalah darma pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dan kepada lingkungan hidup. Secara konseptual, ketiga darma itu, selain perlu dipilah, sesungguhnya tidak mesti dipisahkan secara sangat trikotomis dan otonomis. Bahwa ada perbedaan tugas kependidikan, dalam hal ini pendidikan Iptek, dengan tugas penelitian untuk penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan juga dengan pengabdian dan aplikasi Iptek bagi masyarakat dan lingkungan, sesungguhnya ada unsur-unsur substansial dan operasional yang dapat dipadukan dan saling menginspirasi, yaitu: i. Pengajaran Iklim pembelajaran dan suasana pendidikan yang fungsional dan dinamis, selain bersifat kooperatif, aktif, dan kontekstual, harus menjadikan para peserta didik sebagai subjek, pusat, mitra belajar, dan sahabat pengembangan Iptek. Dosen adalah pengelola dan pemeran utama pendidikan tinggi. Kendati berbekalkan penguasaan bidang Iptek dengan jenjang pendidikan strata doktor (S3) dan (minimal) magister (S2), kedudukan dan peranan dosen sebagai pengelola pembelajaran yang efektif harus dibangun sungguh-sungguh. Hal yang dapat dilakukan untu mengembangkan pengajaran adalah: • Menciptakan cara pengajaran yang ilustratif dan mudah dipahami, sehingga belajar Sains Dasar bukan merupakan beban tetapi suatu kesenangan Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan seseorang, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh orang lain. Adakalanya seorang guru/dosen perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu pokok babasan tertentu. Dengan variasi beberapa metode, penyajian pengajaran menjadi lebih hidup. Misalnya pada awal pengajaran, guru/dosen memberikan suatu uraian dengan metode ceramah, kemudian menggunakan contoh-contoh melalui peragaan dan diakhiri dengan diskusi atau tanya-jawab. Di sini bukan hanya guru yang aktif berbicara, melainkan siswa pun terdorong untuk berpartisipasi. Seorang guru/dosen yang pandai berpidato dengan segala humor dan variasinya, mungkin tidak mengalami kesulitan dalam berbicara, ia dapat memukau siswa dan awal sampai akhir pengajaran. Akan tetapi bagi seorang guru bicara, uraiannya akan terasa kering, untuk itu ia dapat mengatasi dengan uraian sedikit saja, diselingi tanya jawab, pemberian tugas, kerja kelompok atau diskusi sehingga kelemahan dalam berbicara dapat ditutup dengan metoda lain. • Mengajarkan dan memberi contoh kreatif dengan menggunakan prinsip Sains Dasar. Belajar konsep tertentu melibatkan identifikasi keduanya yaitu contoh dan noncontoh. Sebagai contoh, sapi adalah contoh dari hewan tetapi itu noncontoh untuk reptil. Australia adalah contoh dari negara di bumi bagian selatan, tetapi itu noncontoh untuk negara berkembang. Katun dan sutera adalah contoh konsep pabrik, tetapi kulit dan baja noncontoh. Ketika akan dideskripsikan kemudian, cara contoh dan noncontoh sangat penting diidentifikasikan dan digunakan dalam konsep pelajaran. • Memperkuat pemahaman Sains Dasar agar pelajar dan mahasiswa mampu bersaing dalam lomba olimpiade sains internasional • Prinsip-prinsip Sains Dasar mengajarkan kejujuran, kritis, ulet, mencari solusi, adaptif, yang sangat baik untuk membangun karakter bangsa. Belakangan ini, isu character building (pembangunan watak) kembali marak. Hingga Presiden SBY merasa perlu memberikan pernyataan. “Character building sangat penting”, ujarnya. Lebih lanjut, presiden mengatakan: “Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik” “Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia”, tambahnya. Begitu pentingnya character building, presiden Soekarno pun berwasiat: ”Tugas berat bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan “nation and character building” Bung Karno mewanti-wanti, “Jika pembangunan karakter tidak berhasil, bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli!,” demikian kutipan buku “Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang” (2009). Berbagai upaya character building terus dilakukan. Bahkan, Kementerian Pendidikan Nasional tengah menyiapkan kurikulum nasional. Yakni, kurikulum pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan rencana itu justru semakin menegaskan bahwa nation and character building benar-benar berada pada titik nadir. Setelah sekian lama Pancasila tak lagi diajarkan secara masif, bangsa ini seakan kehilangan pegangan. Bahkan, bangsa Indonesia kian kehilangan karakter dan jati dirinya. Lalu, apa yang dimaksud dengan character building? Karakter adalah “moral excellence’ atau akhlak yang dibangun atas berbagai kebajikan (virtues) Karakter baru memiliki makna jika dilandasi nilai-nilai kebudayaan. Jadi, karakter bangsa adalah karakter warga negara yang dinilai sebagai kebajikan. Oleh karena itu, national and character building harus berorientasi pada upaya pengembangan nilai-nilai kebajikan sehingga menghasilkan “out put” yang memiliki jati diri dan kepribadian. John C. Maxwell (1991) dalam bukunya ”The 21 Indispensable Qualities of a Leader” menyatakan: “Karakter yang baik lebih dari sekedar perkataan. Karakter yang baik adalah sebuah pilihan yang membawa kesuksesan. Ia bukan anugerah, tapi dibangun sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan nyata, melalui pembiasaan, keberanian, usaha keras, dan bahkan dibentuk dari kesulitan demi kesulitan saat menjalani kehidupan” Para pakar pendidikan mengelompokkan karakter ke dalam 9 pilar, yakni; (1) cinta Tuhan dan ciptaannya; (2) kemandirian dan tanggungjawab; (3) kejujuran, amanah, dan bijaksana; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong; (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan. Keterpurukan bangsa Indonesia bukanlah sebuah mata rantai kebetulan belaka. Melemahnya karakter bangsa bisa jadi sebagai penyebab utama berbagai keterpurukan itu. Celakanya, bangsa Indonesia memiliki “potensi” untuk berlama-lama dalam keterpurukan. Seperti yang ditulis dalam bukunya “Manusia Indonesia-Sebuah Pertanggungan Jawab” (1997) Mochtar Lubis secara gamblang menelanjangi karakter buruk bangsa Indonesia. Yakni, seperti hipokrit, enggan bertanggung jawab, bermental menerabas, ingin kaya tanpa berusaha dan ingin pintar tanpa belajar. Membangun kembali karakter bangsa ini, akan efektif jika melalui jalur pendidikan. Namun, harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Mulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebab, pendidikan karakter mencakup pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif dan kepengamalan nilai secara nyata. Dari gnosis sampai ke praksis. Singkatnya, pendidikan karakter adalah membimbing orang untuk secara sukarela mengikatkan diri pada nilai. ii. Riset dan Kerja Operasional Pengembangan penelitian sangat penting baik demi pengembangan ilmu maupun demi kepentingan pembangunan, dan secara khusus bertautan dengan dunia industri. Sumber daya peneliti (dan sejumlah mahasiswa S1, S2, dan S3 pilihan) dengan mutu penelitian yang ditingkatkan secara terus menerus, serta didukung dengan sumber dana dari pemerintah dan sumber dana dari pihak-pihak sponsor dari dalam dan luar negeri, pengembangan penelitian ilmu murni dan ilmu terapan, merupakan peluang dan potensi yang layak dikembangkan. Penelitian dimaknai sebagai sumber daya pengembangan ilmu dan sumber dana individu dan institusi. Di bawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pusat-pusat Penelitian yang ada dan yang akan dikembangkan lagi, terlebih lagi keberadaan kelompok-kelompok peneliti (research group) para guru besar yang terus diberdayakan, niscaya penelitian ilmu-ilmu murni dan ilmu terapan, sangat penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, pemerkayaan bahan dan penyegaran proses pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat. Demikian pula penelitian ilmu-ilmu interdisipliner, menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Ke depan, pendekatan holistik, interdisipliner, dan multididipliner dalam memecahkan kompleksitas persoalan-persoalan masyarakat dan lingkungan, semakin menjadi kebutuhan dan kecenderungan akademis dalam dimensi pragmatisnya. Penajaman arah penelitian ilmu-ilmu murni, yang menjadi dasar dan sumber inspirasi pengembangan ilmu-ilmu terapan, layak dirumuskan oleh lembaga penelitian, pusat-pusat penelitian, dan kelompk-kelompok penelitian, baik pada tingkat universitas, fakultas, maupun jurusan atau program studi. Seiring dengan pemberdayaan dosen-dosen sebagai peneliti, khususnya para guru besar dan para doktor, sinkronisasi dan koordinasi pengembangan penelitian itu menjadi langkah yang sangat strategis. Selain budaya didik, budaya riset perlu ditumbuhkembangkan secara terus-menerus. Kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan keterampilan meneliti, jelas membangun mutu dan daya saing di sektor penelitian baik di tingkat nasional maupun internasional seraya membangun dan memperluas jejaring informasi akademis berskala mondial. Sebagai penggali dan pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu pilihan individu dan kelompok berdimensi monodisipliner dan interdisipliner, budaya penelitian yang dikembangkan diarahkan untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai proses dan masyarakat, tidak hanya sebagai ilmu produk. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan riset dan kerja operasional adalah sebagai berikut. • Melakukan riset dan memajukan ilmu dengan temuan (discovery) yang universal yang akan membawa bangsa Indonesia terperhatikan secara internasional • Memfokuskan riset Sains Dasar pada sumber daya alam Indonesia selain untuk kelpentingan kesejahteraan bangsa dapat membawa keunggulan komparatif ini menjadi keunggulan kompetitif dunia karena temuan-temuan yang khas. • Membangun jaringan pembelajaran, riset, dan pembangunan pusat kerja berbasis riset (Surplus center) untuk mengalirkan hasil kerja cerdas dan bermanfaat untuk membangun proses kebangsaan cerdas. 3.6 Penutup Dari tuturan di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk mencapai tujuan dinamika sains dalam membangun diri dan bangsa, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut. • Melakukan evaluasi diri • Menyusun keputusan bagi diri sendiri atau organisasi • Segera bergerak melangkah maju dalam kewenangan anda Melakukan evaluasi jika berhasil ajaklah orang lain bersama anda d

Tidak ada komentar:

Posting Komentar