BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fasciola sp merupakan
suatu parasit cacing pipih dari kelas Trematoda, filum Platyhelminthes yang
menginfeksi hati dari berbagai mamalia, termasuk manusia. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini disebut fascioliasis. Jenis cacing ini tersebar di
seluruh dunia dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dalam peternakan
domba dan sapi.
Menurut Prof Kurniasih, Fasiolosis
atau cacing hati adalah penyakit yang umumnya dijumpai pada ternak herbivora
yang disebabkan oleh ''Fasciola
hepatica'' atau ''Fasciola
gigantica''. Spesies tersebut dapat menular ke manusia dan kurang lebih 2,5
juta manusia di dunia terinfeksi oleh fasciolosis tersebut (WHO, 1995). Fasciola
hepatica berasal dari Eurasia dan menyebar ke Amerika dan Australia.(Wailineal.blogspot.com)
Fasciolosis
merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing pipih ( trematoda) dan
umumnya menyerang ruminansia, seperti sapi, kerbau, dan domba. CHEN dan MOTT
(1990) dan ESTEBAN (1998) malaporkan bahwa sejak 20 tahun terakhir ini, kasus
kejadian fasciolosis pada manusia semakin banyak. Umumnya kasus tersebut
terjadi di negara empat musim atau subtropis dan disebabkan oleh cacing
trematoda Fasciola hepatica. Mengingat
tingginya prevalensi penyakit ini pada ternak dibeberapa daerah di Indonesia,
maka perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan penyakit ini pada
manusia di Indonesia. Ada dugaan bahwa pola makan tertentu pada manusia dapat
mengakibatkan terjadinya fasciolosis pada manusia di Indonesia. Oleh karena itu
kewaspadaan terhadap adanya penyakit fasciolosis pada manusia perlu
ditingkatkan melalui penyidikan epidemiologik dengan teknik diagnosa yang
akurat di kawasan peternakan endemis fasciolosis yang masyarakatnya biasa makan
sayuran mentah ( S.Widjajanti: 2004).
1.2
Rumusan Masalah
·
Bagaimana sejarah
berkembangnya Fasciola hepatica?
·
Bagaimana bentuk
morfologi Fasciola hepatica?
·
Bagimana siklus hidup Fasciola hepatica?
·
Bagaimana cara penularan
Fasciola hepatica?
·
Apa saja gejala klinis
yang disebabkan oleh Fasciola hepatica?
·
Bagaimana cara
pencegahan dan pengobatan dari penyakit Fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica?
1.3
Tujuan Penulisan
·
Untuk mengetahui
sejarah berkembangnya Fasciola hepatica.
·
Untuk mengetahui
struktur morfologi Fasciola hepatica.
·
Untuk mengetahui siklus
hidup Fasciola hepatica.
·
Untuk mengetahui cara
penularan Fasciola hepatica.
·
Untuk mengetahui gejala
klinis yang disebabkan oleh Fasciola
hepatica.
·
Untuk mengetahui cara
pencegahan dan pengobatan dari penyakit Fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berkembangnya Fasciola hepatica
Species : Fasciola
hepatica
Fasciola Hepatica (cacing
hati) termasuk trematoda (platyhelmintes). Sebuah spesies cacing yang hidup
hati hewan ternak. Hal ini terjadi di bagian empedu, hati, dan kandung empedu
selama berbagai tahapan pembangunan. Cacing ini membutuhkan hospes intermediate
(hospes perantara) yaitu Siput dan tumbuhan air. Kadang-kadang terlihat pada
manusia, yang paling umum dalam domba dan sapi. jika manusia makan hati domba
atau sapi, maka manusia akan tertular cacing ini. ( peternakan.litbang.deptan.go.id)
Fasciola
hepatica umumnya ditemukan di negara empat musim
atau subtropis seperti Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika Selatan,
Rusia, Australia dan lain sebagainya. (S. Widjajanti: 2004)
Berdasarkan sejarah pemerintah Belanda telah mengimpor
sapi dari Inggris dan India untuk memperbaiki jenis sapi lokal, kedua spesies
fasciola itu mungkin telah terbawa dan menulari sapi lokal. Kurang lebih 80
persen ternak ruminansia terutama kerbau di Indonesia terserang fasciolosis
sedangkan prevalensi fasciolosis di Indonesia berkisar antara 60-90 persen.
Di Indonesia Fasciola hepatica pertama kali dilaporkan oleh Van Velzen (1891) dari kerbau, kemudian Kraneveld (1924) menemukan cacing tersebut pada sapi. Kemudian Fasciola hepatica ditemukan juga pada hewan domestik dan hewan liar lainnya. (Wailineal.blogspot.com)
Di Indonesia Fasciola hepatica pertama kali dilaporkan oleh Van Velzen (1891) dari kerbau, kemudian Kraneveld (1924) menemukan cacing tersebut pada sapi. Kemudian Fasciola hepatica ditemukan juga pada hewan domestik dan hewan liar lainnya. (Wailineal.blogspot.com)
2.2
Struktur
Morfologi Fasciola hepatica
Gambar 2.2 Struktur Morfologi Fasciola hepatica
(Sumber : crocodilusdaratensis.wordpress.com)
Menurut
(Soedarto : 2009), panjang tubuh cacing dewasa antara 20-30 mm dan lebar badan
antara 8-13 mm. Cacing berbentuk pipih seperti daun, mempunyai tonjolan khas di
daerah anterior ( Cephalia cone ) dan gambaran seperti bahu (Shoulder); Telur
berbentuk lonjong, berukuran panjang 130-150 mikron dan lebar 63-90 mikron,
mempunyai operkulum; Cacing dewasa
berwarna coklat abu-abu.
2.3
Siklus
Hidup Fasciola hepatica
Gambar 2.3 Siklus hidup Fasciola hepatica
(Sumber : crocodilusdaratensis.wordpress.com
)
Pada spesies Fasciola
hepatica, cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu
hewan ruminansia dan manusia. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses
domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas menjadilarva bersilia
yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh
siput air tawar (Lymnea auricularis-rubigranosa). Di dalam tubuh siput ini,
mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam tubuh siput selama +
2minggu). Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini
berlangsung secara partenogenesis. Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan
berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut serkaria yang mempunyai ekor.
Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang
dalam air.
Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama.
Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus
diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan
air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica. Apabila rumput tersebut termakan oleh hewan
ruminansia dan manusia, maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian
masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa disana untuk beberapa bulan.
Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi. (pemerhatilingkungan.blogspot.com)
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam
tuan rumah yaitu:
1.
Inang perantara, yaitu siput;
2.
Inang menetap, yaitu hewan bertulang
belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.
2.4 Cara Penularan Fasciola
hepatica
Sumber utama penularan fasciolosis pada manusia adalah
dari kebiasaan masyarakat yang gemar mengkonsumsi tanaman/tumbuhan air, seperti
selada air dalam keadaan mentah yang tercemar metaserkaria cacing Fasciola hepatica.
Penularan ditentukan oleh keberadaan siput dari Famili
Lymnaeidae, keberadaan hewan mamalia peka lain di sekitar tempat tinggal penduduk.
Penggunaan air yang tercemar metaserkaria Fasciola
hepatica. (BARGUES et al., 1996), misalnya air tersebut diminum dalam
keadaan mentah. TAiRA et al. (1997) menduga bahwa penularan fasciolosis yang
disebabkan oleh Fasciola hepatica
pada manusia dapat pula terjadi akibat kebiasaan sebagian masyarakat di Eropa
yang gemar mengkonsumsi hati mentah. (S. Widjajanti: 2004)
2.5 Gejala
Klinis yang disebabkan oleh Fasciola
hepatica
ü
Pada Manusia :
• Masa inkubasi Fascioliasis menginfeksi pada manusia sangat bervariasi,
karena dapat berlangsung dalam beberapa hari dalam 6 minggu atau antara 2-3
bulan. Bahkan dapat lebih lama dari waktu tersebut;
• Gejala klinik yang paling menonjol
adalah anemia, selain itu dapat pula terjadi demam dengan suhu 40-42 derajat,
nyeri di bagian perut dan gangguan pencernaan;
• Bila penyakit berlanjut, dapat
terjadi hematomegaliasites di rongga perut, sesak nafas dan gejala kekuningan;
• Selain itu, dalam kasus fasciolosis
kronis, dapat mengakibatkan terbentuknya batu empedu, sirosis hati dan kanker
hati.
Bahaya lain akibat infeksi Fasciola
hepatica ini adalah dapat mengakibatkan komplikasi pada:
• telinga, mata
• paru-paru, dinding usus
• limpa, pankreas,
• hati
(Wailineal.blogspot.com)
ü
Pada Sapi :
·
Gejala klinis dalam
bentuk akut, sapi menderita konstipasi dan kadang- kadang mencret,
·
Sapi menjadi kurus,
cepat lemah,
·
Anemia
·
Dalam bentuk kronik
terjadi penurunan produktivitas. ( Ahmad : 2005)
2.6
Cara Pencegahan dan Pengobatan dari penyakit
Fasciolosis yang disebabkan oleh Fasciola hepatica
Ø Pencegahan
• Industri
Pembuangan air limbah/air kotor secara
aman, pengobatan ternak terhadap parasit tersebut, pencegahan agar tidak ada
hewan yang datang ke tempat pembudidayaan tanaman selada air dan pengontrolan
air yang digunakan untuk irigasi pembudidayaan tersebut.
• Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga
Memasak makanan sampai benar-benar matang,
konsumen harus menghindari konsumsi selada air yang mentah. Kalaupun tetap
harus mengkonsumsi sayuran mentah, sebaiknya sayuran tersebut dicuci dahulu
dengan larutan cuka atau larutan potassium permanganat sebelum dikonsumsi.
• Pengendalian Siput
Pengendalian siput
dengan moluskisida jika memungkinkan.
(Wailineal.blogspot.com)
Ø Pengobatan
ü
Bithionol (Lorothidol,
Bitin)
·
Mekanisme Kerja:
Menghambat fosforilasi oksidatif pada
parasit, mendorong ke arah blokade sintesis ATP. ini merupakan pilihan obat
karena efektivitas dan keselamatannya pada Fh Dan Fg. Data pendukung adalah
dari negara berkembang. Ini merupakan suatu campuran fenolic yang secara
struktur berhubungan dengan heksaklorofen. Tersedia dari Pusat untuk Kendali
Penyakit Dan Pencegahan ( CDC).
·
Dosis:
Dewasa: 30-50 mg/kg per oral selama 5-15
hari perawatan; beberapa pasien memerlukan perawatan pengulangan.
Pediatric: Pemberian seperti di orang dewasa
•Interaksi Obat :
Tidak dilaporkan
•Kontraindikasi:
Hipersensitivitas
•Perhatian:
C- Resiko janin diteliti pada hewan percobaan; tetapi tidak dipelajari pada
manusia; boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, diare, sakit perut, hipotensi,
pusing, sakit kepala, fotosensitivitas, atau pruritus.
ü
Triclabendazole
(Fasinex)
•Mekanisme kerja:
Laporan terbaru menyarankan obat dokter hewan ini
aman dan efaktif pada anak-anak dan orang dewasa. Ini merupakan obat pilihan
kedua sampai data lebih lanjut terkumpul, mengikat ke cacing pada
tubulin, mengganggu formasi microtubule dan fungsinya. Mulai dari 2009, ini tak
tersedia Amerika Serikat.
•Dosis:
Dewasa: 10-20 mg/kg/hari PerOral setelah makan dibagi 12-24jam untuk 1 dosis.
•Pediatrik: Diberikan
sama seperti orang dewasa.
•Interaksi Obat:
Tidak dilaporkan
•Perhatian
•Pada ibu hamil:
Menyatakan resiko C-
fetal pada penelitian pada hewan percobaan tetapi tidak diteliti pada manusia.
Boleh digunakan jika manfaat lebih besar daripada resiko terhadap janin dapat
menyebabkan sakit kepala dan pusing temporer. (Wailineal.blogspot.com)
ü
Praziquantel
(Biltricide)
·
Mekanisme kerja:
Walaupun secara umum
aman dan efektif untuk infeksi trematode lain, praziquantel nampak sangat
sedikit manjur melawan terhadap Fasciola
hepatica. Karenanya ini siap tersedia dan lebih umum dikenal dibanding triclabendazole
( Fasinex), ini adalah obat pilihan ketiga. Penggunaan Cadangan untuk situasi
di mana pilihan pertama dan kedua tak dapat diperoleh. Praziquantel
meningkatkan permeabilitas kulit trematoda terhadap kalsium, menyebabkan
kontraksi otot parasit.
·
Dosis:
Dewasa: 25 mg/kg/dosis PerOral tiap 8 jam untuk 1
hari
Pediatric: sama seperti orang dewasa
·
Interaksi obat
Hydantoin mengurangi kadar praziquantel
dalam serum, yang memungkinkan ke arah kegagalan perawatan.
·
Kontraindikasi: Hipersensitivitas, cysticercosis pada mata
·
Perhatian
Pada ibu hamil:
Resiko B-fetal belum dipastikan pada manusia
tetapi telah ditunjukkan dalam beberapa studi pada hewan percobaan. ( Soedarto
: 2009)
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Fasciola
Hepatica (cacing hati) termasuk trematoda (platyhelmintes). Fasciola hepatica
umumnya ditemukan di negara empat musim atau subtropis. Berdasarkan sejarah pemerintah
Belanda telah mengimpor sapi dari Inggris dan India untuk memperbaiki jenis
sapi local, kemudian Fasciola
hepatica ditemukan juga pada hewan domestik dan hewan liar lainnya.
2.
Panjang tubuh cacing
dewasa antara 20-30 mm dan lebar badan antara 8-13 mm, berwarna
coklat abu-abu, berbentuk pipih seperti daun, telur berbentuk
lonjong, berukuran panjang 130-150 mikron dan lebar 63-90 mikron.
3.
Telur –> Larva Mirasidium masuk ke dalam tubuh
siput Lymnea –> Sporokista –> berkembang menjadi Larva: Redia –>Larva : Serkaria yang berekor, kemudian keluar
dari tubuh keong –> Kista yang
menempel pada tetumbuhan air, kemudian termakan hewan ternak (dapat tertular ke
orang, apabila memakan selada air) –> masuk ke tubuh dan menjadi cacing dewasa menyebabkan Fascioliasis. Daur hidup cacing hati
ini mempunyai dua macam tuan rumah, yaitu : Inang perantara, yaitu siput; Inang
menetap, yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.
4.
Sumber utama penularan
fasciolosis pada manusia adalah dari kebiasaan masyarakat yang gemar
mengkonsumsi tanaman /tumbuhan air, penularan ditentukan oleh keberadaan siput,
keberadaan hewan mamalia peka lain di sekitar tempat tinggal penduduk, dan penggunaan
air yang tercemar metaserkaria Fasciola
hepatica, serta kebiasaan
sebagian masyarakat di Eropa yang gemar mengkonsumsi hati mentah.
5.
Pada
Manusia : Masa inkubasi Fascioliasis menginfeksi pada
manusia dapat berlangsung dalam beberapa hari,dalam 6 minggu atau antara 2-3
bulan, gejala klinik adalah anemia, demam dengan suhu 40-42 derajat, nyeri di
bagian perut, dan gangguan pencernaan; dapat terjadi hematomegaliasites di
rongga perut, sesak nafas dan gejala kekuningan dalam kasus fasciolosis kronis,
dapat mengakibatkan terbentuknya batu empedu, sirosis hati dan kanker hati. Fasciola hepatica ini adalah dapat
mengakibatkan komplikasi pada: telinga, mata, paru-paru, dinding usus , limpa,
pankreas, hati, vena porta.
Pada Sapi : bentuk akut, sapi menderita konstipasi dan kadang- kadang
mencret, Sapi menjadi kurus, cepat lemah, bentuk kronik terjadi penurunan
produktivitas.
6. Pencegahan :
Industri : Pembuangan eksreta dan air limbah/air kotor secara aman
Tempat pengelolaan
makanan/rumah tangga : Memasak makanan sampai benar-benar matang,
dan
yang lainnya dapat
berupa pengendalian siput dengan moluskisida jika memungkinkan.
Pengobatan :
ü Bithionol (Lorothidol Bitin)
ü
Praziquantel (Biltricide)
ü
Triclabendazole (Fasinex)
3.2 Saran
Dalam menjaga
kesehatan, khususnya dalam hal mengkonsumsi makanan dan minuman, baik sayuran
ataupun daging. Sebaiknya dimasak dengan matang, terutama sayuran yang
berhabitat di air, contohnya seperti kangkung, selada air, dan lain sebagainya.
Dalam mengkonsumsi air pun harus mengkonsumsi air yang higenis dan tidak
tercemar dengan metaserkia dari cacing Fasciola
hepatica.
Jika sudah
terdiagnosis terjangkit penyakit fasciolosis, sebaiknya segera memeriksakan
diri ke dokter untuk penanganan lebih lanjut. Bagi peternak sapi ataupun
sejenis hewan ruminansia lainnya, sebaiknya tidak membiarkan hewan ternaknya
mencari makan sendiri, karena beresiko terkena penyakit fasciolosis dari rumput
yang dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, RZ.2005. BEBERAPA PENYAKIT PARASITIK DAN MIKOTIK PADA
SAPI PERAH YANG HARUS DIWASPADAI. Balai Besar Penelitian Veteriner :
Bogor. Jurnal. Diakses pada tanggal 21 April 2013.
Widjajanti,S.2004.FASCIOLOSIS PADA MANUSIA:MUNGKINKAH TERJADI
DI INDONESIA?.Balai Penelitian Veteriner : Bogor. Jurnal. Diakses pada
tanggal 21 April 2013.
Soedarto.2009. PENGOBATAN PENYAKIT PARASIT.CV.Sagung
Seto: Jakarta
Diakses pada tanggal 20 April 2013.
Diakses
pada tanggal 20 April 2013
Diakses pada tanggal 20 April 2013
Diakses pada tanggal 25 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar