Entri Populer

Jumat, 17 Januari 2014

Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat besar. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa dan daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen. Berdasarkan pengertian di atas, maka definisi tentang inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami. Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak hanya mencangkup memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan sperma, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi pada manusia dan hewan. Adapun tujuan dari inseminasi buatan adalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan keturunan bagi pasutri yang belum mendapat keturunan. Makalah ini akan membahas tentang Inseminasi Buatan pada hewan ternak (Sapi). Inseminasi Buatan pada Sapi sering juga disebut dengan kawin suntik. Kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu) yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah perkembangan Inseminasi Buatan ? 2. Apa yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan ? 3. Apa saja teknik Inseminasi Buatan ? 4. Apa tujuan Inseminasi Buatan ? 5. Apa keuntungan dan kerugian dari Inseminasi Buatan ? 6. Bagaimana prosedur Inseminasi Buatan pada Sapi ? 7. Apa saja faktor – faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan pada Sapi ? 8. Apa dampak dari Inseminasi Buatan pada Sapi ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui perkembangan sejarah Inseminasi Buatan. 2. Untuk memahami pengertian dari Inseminasi Buatan. 3. Untuk mengetahui teknik Inseminasi Buatan. 4. Untuk mengetahui tujuan Inseminasi Buatan. 5. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari Inseminasi Buatan. 6. Untuk mengetahui prosedur Inseminasi Buatan pada Sapi. 7. Untuk mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan pada Sapi. 8. Untuk mengetahui dampak dari Inseminasi Buatan pada Sapi.   BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut. Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci. Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal. Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi. Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan. Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya. Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba. Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey. Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C. Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat. Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan. Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal. Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat. Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya. Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian. Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia. Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur. Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur. Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit. B. Inseminasi Buatan Teknologi modern pada zaman sekarang telah mampu mengatasi masalah kemandulan (bagi manusia) dan menghasilkan bibit-bibit unggul (bagi hewan yang dapat menguntungkan manusia), khususnya dalam bidang bioteknologi. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan melalui inseminasi buatan. Dari hasil kemajuan bioteknologi tersbut, sekarang telah tersedia inseminasi buatan, fertilisasi atau pembuatan in vitro dan rahim kontrak. Kemajuan bioteknologi tersebut apabila diterapkan pada dunia hewan, maka akan mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi manusia. Namun, jika kemajuan bioteknologi diaplikasikan pada manusia, maka akan menghasilkan dampak yang positif dan dampak yang negatif. Dampak posotof dapat diambil dari orang-orang yang telah menikah, tetapi tidak bisa mempunyai anak, maka agar keinginan untuk mempunyai anak dapat terwujud, maka dapat dilakukan dengan melalui bayi tabung atau rahim kontrak. Sedangkan dampak negatifnya yaitu dapat menimbulkan kekacauan dalam sistem keturunan manusia. Maka sejak tahun 1956 dewan gereja di Roma telah mengutuk kegiatan tersebut dengan alasan bahwa inseminasi buatan dapat memisahkan tindakan prokreasi (kasih sayang terhadap anak, dan anak adalah karunia Tuhan yang harus dijunjung tinggi) dan persatuan cinta. Alasan lainnya yaitu kegiatan inseminasi melibatkan tindakan masturbasi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan sperma. Inseminasi Buatan adalah salah Bioteknologi dalam bidang reproduksi ternak yang memungkinkan manusia mengawinkan ternak betina tanpa perlu seekor pejantan. Inseminasi Buatan merupakan suatu rangkain proses terencana dan terpogram karena menyangkut kualitas genetik ternak di masa yang akan datang. Pelaksanaan dan penerapan teknologi Inseminasi Buatan di lapangan dimulai dengan langkah pemilihan pejantan unggul sehingga akan lahir anak yang kualitasnya lebih baik dari induknya selanjutnya dari pejantan tersebut dilakukan penampungan semen, penilaian kelayakan semen, pengelolahan dan pengawetan semen dalam bentuk cair dan beku, serta teknik inseminasi ke dalam saluran reproduksi ternak betina (Depdiknas, 2001). C. Teknik Inseminasi Buatan 1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination) Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim). 2. Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination) Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga peritoneum). Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan kedalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit. D. Tujuan Inseminasi Buatan 1. Memperbaiki mutu genetika ternak; 2. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ; 3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama; 4. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur; 5. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin. E. Keuntungan dan Kerugian dari Inseminasi Buatan 1. Keuntungan Inseminasi Buatan a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan; b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik; c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding); d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama; e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati; f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar; g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin. 2. Kerugian Inseminasi Buatan a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi kebuntingan; b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil; c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama; d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test). F. Prosedur Inseminasi Buatan pada Sapi Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut: - Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB), semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. - Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37oC, selama 7-18 detik. - Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue. - Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih. - Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw. - Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat. - Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum. - Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu. - Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'. - Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan. G. Faktor – Faktor yang Menyebabkan Rendahnya Prosentase Kehamilan pada Sapi 1. Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah; 2. Inseminator kurang / tidak terampil; 3. Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi; 4. Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban; 5. Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina. Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. H. Dampak dari Inseminasi Buatan pada Sapi Inseminasi Buatan yang dikembangkan oleh manusia bertujuan untuk memberi keuntungan atau meningkatkan kesejahteraan manusia. Namun, Inseminasi Buatan juga tidak lepas dari dampak negatif yang dapat ditimbulkannya.   1. Dampak Positif Inseminasi Buatan Dengan inseminasi buatan akan dihasilkan mutu ternak yang lebih baik. Hal ini akan menguntungkan para peternak sehingga dapat meningkatkan perekonomian mereka. 2. Dampak Negatif Inseminasi Buatan Inseminasi buatan tidak lepas dari kerugian atau dampak negatif yang dapat ditimbulkannya. Misalnya, jika waktu inseminasi buatan tidak tepat maka tidak akan terjadi kehamilan pada hewan ternak. Selain itu, dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang tidak diinginkan apabila ternak jantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik.   BAB III PENUTUP Kesimpulan Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi. Teknologi genetik Pemetaan genom Perbedaan genetik antar individu disebabkan oleh gen yang dibawanya. Sebuah gen adalah merupakan bagian dari DNA yang mengkode untuk protein tertentu. Diduga bahwa setiap individu ternak mempunyai ratusan ribu gen Beberapa gen ini mempunyai pengaruh sederhana dan langsung terhadap karakter individu ternak, seperti mengkode warna bulu. Hal ini berarti bahwa indiviu yang membawa gen tersebut dapat dengan mudah diidentifikasi dan diseleksi. Namun demikian, untuk ternak tertentu situasi ini merupakan kekecualian. Untuk banyak karakter, termasuk karakter karakter ekonomis seperti produksi susu atau produksi daging banyak gen berinteraksi untuk menghasilkan dampak akhir dan pada karakter ini susah untuk mengidentifikasi gen tunggal tertentu yang secara nyata memainkan peranan. Untuk mengidentifikasi individu dengan gen superior secara teliti, sering menghabiskan waktu dan perlu upaya untuk mengukur penampilan dari jumlah karakter-karakter yang berhubungan (termasuk keturunannya) dan perlu upaya untuk membandingkan hasil dengan data yang sama secara teliti pada individu-individu lain Dalam sepuluh tahun terakhir, perkembangan teknologi DNA menawarkan prospek untuk identifikasi secara genetik individu superior dengan berbagai banyak cara. Gen-gen fungsional pada setiap individu hanya terdiri atas fraksi kecil (dibawah 5%) dari total DNA individu.Banyak sisanya yang belum diketahui fungsinya . Namun demikian, sepanjang penyebaran genom merupakan ribuan unit kecil DNA dinamakan mikrosatelit yang kehadirannya menjadi berguna. Setiap mikro satelit mengandung sejumlah sekuens DNA sangat pendek (yaitu 5 – 15 bp) yang berulang.. Mikrosatelit ini dapat diamplikasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Jika mikrosatelit tertentu terletak dekat dengan gen-gen fungsional yang berguna (misalnya gen untuk sintesis protein susu yang tinggi), maka dia akan cenderung diturunkan bersama. Kemudian mikrosatelit dapat digunakan sebagai marka genetik (genetik marker) untuk gen-gen fungsional. Tahap pertama dalam penggunaan mikro satelit dalam cara ini adalah untuk membangun suatu peta marka (atau linkage) yang meliput seluruh genom. Peta genom telah berkembang baik pada manusia mencit dan mulai meningkat pada spesies ternak. Resume penelitian yang terakhir (Kappes, 1999) melaporkan jumlah total lokus yang dipetakan pada sapi sebanyak 2850, 1774 untuk babi dan lebih dari 1000 untuk domba. Peta marka resolusi tertinggi untuk setiap spesies mengandung seribu 1425 marka untuk sapi, 1250 marka untuk babi, dan 500 marka untuk domba (Kappes, 1999). Tujuannya adalah untuk menghasillkan peta genetik padat yang cukup untuk membantu dalam penelitian : Gen tunggal dari karakter ekonomis penting, dan Lokus karakter kuantitatif (quantitative Traits Loci / QTL) yang menyumbang sebagian untuk pengamatan keragaman kontinu dari banyak karakter genetik yang bernilai ekonomis. Peta linkage ini akan digunakan untuk mengembangkan strategi untuk tujuan Seleksi dengan bantuan Marka (Marker assited selection / MAS) dalam mencapai perbaikan genetik yang cepat dari karakter yang bernilai ekonomis. Seleksi dengan Bantuan Marka Genetik ( MAS) Proses seleksi untuk suatu karakter tertentu dengan menggunakan marka genetik dinamakan “ Marker assisted Selection (MAS). MAS dapat mempercepat laju perbaikan genetik melalaui peningkatan ketepatan seleksi dan mengurangi interval gnerasi (Smith dan Simpson, 1986). Pengguanaan teknologi genetik dan MAS dalam produktsi ternak tekah bergerak dari konsep teori menjadi awal penerapan praktis selama tahun 1990. .Peta gen linkage kepadatan rendah dan medium telah dibuat umumnya terdiri atas beberapa ratus bahkan ribuan marka mikrosatelit yang terdistribusi sepanjang genome. Penggunaan teknik statisitik yang baik dan adanya data keluarga tiga generasi, maka keterkaitan antara marka dengan karakter produksi dapat diciptakan. Dampak dari pengembangan teknik teknologi telah berhasil menemukan gen-gen berguna dan potensil dikembangkan, akan tetapi hanya sedikit yang segera diseleksi, karena daerah-darah genom yang terlibat cenderung terlaulu besar. Oleh karena itu kerja berikutnya dibutuhkan untuk melokalisir gene atau gene-gene yang terlibat lebih teliti. Metodologi untuk menciptakan peta kepadatan tinggi masih terus berkembang dan sejumlah pendekatan telah digunakan. (Georges & Anderson, 1996). • Posisi kloning marka dari daerah – daerah yang telah ditentukan melalui pemotongan mikro kromosom atau menggunakan kromosom jamur buatan (Yeast Artificial Chromosom /YAC) atau kromosom bakteri buatan ( Bacterial Artificial Chromosom / BAC). • Melalui acuan silang terhadap genom manusia dan tikus yang telah terdokumentasi dengan baik. Cara ini memungkinkan untuk menduga lokasi fungsi gene dan juga sesuatu tentang aktivitas kerjanya ( Womack & Kata 1995) • Pada populasi dimana suatu karakter telah menjadi subjek untuk seleksi efektif , maka pemblokiran DNA sekitar gen yang diinginkan mungkin kurang terganggu oleh rekombinasi dibanding pemblokiran denga ukuran yang sama pada daerah yang tidak diseleksi. Dengan mempelajari keragaman sekitar daerah, dan perbedaan antara populasi yang diseleksi dengan yang tidak diseleksi, maka memungkinkan untuk menduga lokasi gen-gen ang penting (Charlier dkk, 1996). . Identifikasi marka genetik dan penggunaanya , dapat memperbesar prospek kedepan untuk pemulian sepertii karakter toleransi atau resistensi terhadap cekaman lingkungan maupun penyakit. Sebagai contoh, identifikasi gen karier untuk resistensi dan introduksi gen kedalam populasi telah dilakukan untuk resistensi terhadap Trichostrongylus colubriformis dan Haemonchus contortus (Gogolin – Ewen dkk 1990) Transgenik Transfer gen ( Transgenesis) artinya penyatuan stabil dari suatu gen dari spesies lain sehingga gen itu berfungsi pada ternak penerima dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ternak transgenic adalah seekor ternak dimana DNA keturunannya telah ditingkatkan melalui penambahan DNA dari sumber lain plasma benih orang tua melalui rekombinan DNA (Rege, 2000). Transfer gen atau membangun gen memungkinkan rekayasa gen-gen individu dibanding seluruh genom. Pada spesies mamalia, tranfer umumnya langsung dilakukan melalui penyuntikan dari DNA kedalam inti pada tahap awal perkembangan embrio Transfer gen telah dicapai pada semua pada semua spesies ternak utama dan sejak keberhasilan teknik ini pada tahun 1985, lebih dari 50 transfer gen telah disisipkan kedalam individu ternak. Karena begitu banyak tahap-tahapan proses transgenik terlibat, tingkat keberhasilan masih rendah, biasanya satu sampai dua persen (Cunningham , 1999). Teknik ini memerlukan biaya sangat besar pada kasus sapi, sehingga penelitianya lebih banyak dilakukan pada mencit, babi dan domba. Pada prinsipnya teknik transgenik terdiri dari dua metoda yaitu: penambahan gen dan penggantian gene ( Houdebine, 1998). Teknik transfer gen yang paling sering digunakan adalah mikroinjeksi langsung gen asing ke dalam pronukelus embrio pada tahap tertentu (seperti pada mamalia) atau dalam sitoplasma (pada vertebrata tingkat rendah dan invertebrata). Mikroinjeksi langsung gene sedikit kurang efektif dan terlalu mahal pada ternak besar. Sekarang, memungkinkan pada sapi perah, domba, kambing memproduksi embrio dengan harga relatif murah pada tingakt sel in-vitro, berasal dari oosit yang diisolasi dari ovarium berasal dari rumah potong hewan.(Crozet 1997). Embrio mendapat mikroinjeksi gene asing, kemudian dikultur secara in-vitro sampai tahap blastosis, dan selanjutnya ditransfer ke betina resipien. Ketika fragmen DNA dimasukkan kedalam suatu sel, maka akan terjadi penggabungan secara tepat dengan gen induk semang dengan syarat bagian gen asing dan gen induk semang mempunyai sekuens yang identik. Proses rekombinasi homolog ini yang menyebabkan penggantian suatu gen oleh gen asing sangat jarang terjadi pada sel mamalia ( maksimal kejadianna hanya 0,1 %). Secara umum bisa dikatakan bahwa pada spesies ternak sekitar satu dari sepuluh gen yang diinjeksikan dan embrio yang ditransfer , yang dapat hidup, maka tingkat keberhasilan gen – gen yang ditransfer atau membangun genetik hasil transfer hanya 10 % ( Wall, 1996). Namun demikian, hasil penelitian transfer gen dapat diterapkan untuk meningkatkan resistensi terhadap penyakit, sekresi rekombinan protein dalam air susu, dan perbaikan mutu genetik ( Houdebine, 1998) Beberapa hasil penelitian ternak transgenik memperlihatkan keuntungan ekonomis seperti transfer gen pertumbuhan pada babi ( Pursel & Rexroad, 1993), transfer gen sintesis asam amino Sisteine pada domba untuk meningkatkan produksi wool ( Powell dkk, 1994) dan gen toleransi terhadap dingin pada ikan Flounder ditransfer ke ikan salmon ( Hew, 1995 ) dan hormon insulin manusia secara rutin disintesis oleh gen pada bakteri transgenik . Dengan demikian, gen – gen unggul pada ternak langka atau dikhawatirkan akan punah dapat ditransfer kepada ternak lain agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Dengan berkembangnya teknologi ternak transgenik, maka sudah banyak gen-gen baru yang diintroduksi ke sapi, babi, domba dan kambing tanpa perkawinan, untuk berbagai kepentingan seperti pembuatan vaksin, system kekebalan, modifikasi kualitas air susu, dan modifikasi pertumbuhan dan komposisi karkas ( Wheeler et al , 2003). Prospektif Penerapan Bioteknologi . Secara keseluruhan penerapan bioteknologi, khususnya bidang peternakan di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia mempunyai prospek yang baik, bila terjadi penyebaran peningkatan Iptek para pakar bioteknologi pada berbagai disiplin ilmu dan berbagai pusat-pusat penelitian, baik di Perguruan Tinggi maupun Instansi Pemerintah. Adanya kepedulian pemerintah (political will) dalam pengembangan bioteknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat yang ada. Dalam hal ini perlu adanya identifikasi jenis bioteknologi apa yang paling mendesak untuk menangani masalah-masalah pertanian yang ada. Koordinasi antara pakar bioteknologi yang ada di berbagai pusat studi biotek harus terus ditingkatkan dan berkesinambungan. Hal ini sangat diperlukan untuk memonitoring penerapan biotek secara tepat dan benar pada berbagai tingkatan lapisan masyarakat dan di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Kendala yang menjadi factor pembatas bagai penerapan bioteknologi adalah rendahnya penelitian dasar yang dilakukan pada berbagai pusat studi bioteknologi . Hal ini menyebabkan perkembangan kemajuan bidang bioteknologi di Indonesia sangat lamban dan sangat tergantung kepada produk bioteknologi impor. Penerapan Hak Kekayaan Intelektual ( HAKI) yang bertujuan menjamin hak penemu dan meningkatkan kreativitas peneliti, berdampak negative terhadap proses transfer teknologi dari pakar Negara yang sudah berkembang ke pakar local , karena adanya keterbatasan dana untuk membayar royalty dari HAKInya. Adanya perbedaan persepsi yang ada di masyarakat tentang produk-produk bioteknologi juga mempengaruhi penerapan bioteknologi secara meluas di masyarakat. Oleh karena itu, dalam penerapan bioteknologi perlu memperhatikan factor-faktor yang dikemukakan diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar