Entri Populer

Senin, 30 September 2013

metode penelitian

 Metode penelitian kualitatif Metode penelitian kualitatif sudah dipakai sejak tahun 1960’an di berbagai bidang seperti pendidikan, politik, psikologi, sejarah, antropologi, ekonomi, komunikasi, studi media dan ilmu-ilmu humaniora (bahasa, sastra, seni, filsafat dan agama) dan terbukti handal untuk menjawab masalah yang tidak bisa dijangkau oleh metode penelitian kuantitatif, pertanyaan sebagaimana judul di atas tetap saja muncul hingga saat ini. Sebagai peminat metodologi penelitian, pada saat ujian disertasi untuk menyelesaikan studi doktor saya pun pernah ditanya ‘mengapa anda hanya meneliti empat orang sebagai subjek penelitian dan apakah hasilnya bisa digeneralisasikan, dan apakah model penelitian semacam itu ilmiah?’. Pertanyaan semacam itu sudah saya duga sebelumnya, sehingga dengan gampang saya menjawabnya. Saya memulai dengan memberikan argumen tentang nalar dasar metode penelitian kualitatif di bawah payung paradigma interpretif (maaf, bukan interpretatif – sebagaimana yang sering saya baca dan dengar dari para mahasiswa dan dosen). Interpretif dan interpretatif merupakan dua istilah yang maknanya jauh berbeda. Interpretif merupakan istilah dalam filsafat ilmu untuk menggambarkan cara pandang yang kontras dengan positivistik, sedangkan interpretatif, menurut Given (2008: 458), merupakan proses memberi makna temuan penelitian menjadi bahasa yang mudah dipahami masyarakat umum. Sepertinya tidak puas dengan jawaban yang saya sampaikan, penguji melanjutkan dengan pertanyaan ‘bukankah analisis data anda sebenarnya hanya hasil pikiran anda yang subjektif, sehingga sulit disebut ilmiah?’. Lagi-lagi saya menjawabnya juga dengan berpedoman pada nalar dasar penelitian kualitatif, bahwa peneliti memang instrumen utama penelitian. Sebagai instrumen utama, dia yang mencari tema, menyusun desain, membaca teori yang relevan, merumuskan fokus dan tujuan, mengumpulkan data, menganalisis data hingga membuat kesimpulan. Bahkan dia sendiri pula yang menentukan bahwa datanya sudah cukup dan penelitiannya sudah selesai atau belum. Tetapi perlu disadari bahwa melakukan semua tahapan dan proses penelitian secara sendiri tidak berarti melakukan sesuatu dengan semau dan sendirinya. Ada rambu-rambu dan pedoman yang harus dijadikan pegangan sebagaimana kegiatan ilmiah yang lain. Rambu dan pedoman itu sudah dikembangkan oleh para penggagas metode penelitian kualitatif sejak awal metode tersebut dipakai oleh para pakar di lingkungan aliran Chicago (school of Chicago) --- sekarang menjadi Universitas Chicago. Semula metode ini hanya dipakai dalam bidang antropologi dan sosiologi. Rambu-rambu yang dimaksud meliputi cara pandang (paradigm), hakikat, tujuan dan proses serta prosedur yang dilalui. Kesemuanya memang berbeda sangat tajam dengan metode penelitian kuantitatif yang sudah ada jauh sebelumnya. Saya sadar bahwa penguji yang menyampaikan pertanyaan kepada saya pada saat ujian disertasi memang berasal dari fakultas kedokteran dan selama ini bergelut dalam dunia positivistik. Para penanya itu tidak salah, tetapi mereka memang berada dalam alam pikiran yang berbeda dengan yang saya lakukan. Karena itu, adalah tugas saya sebagai orang yang diuji untuk menjelaskan dengan cara yang arif. Kembali ke judul tulisan di atas ‘apakah metode penelitian kualitatif ilmiah?’. Jika yang dimaksudkan ilmiah adalah ketersediaan data yang konkret atau empirik dan dapat diukur dengan angka dalam rumus statistik, jelas metode penelitian kualitatif tidak ilmiah. Sejak awal kelahirannya, metode penelitian kualitatif dimaksudkan untuk menangkap arti secara mendalam dari suatu peristiwa, gejala, fakta, realitas dan masalah tertentu. Justru untuk memperoleh arti yang mendalam itu tidak mungkin dilalui hanya dengan melihat yang tampak (empirik) lewat kuesioner dan uji laboratorium dan analisis statistik. Kedalaman makna hanya bisa dilalui dengan wawancara mendalam dan obervasi menyeluruh pada peristiwa yang diteliti. Selanjutnya jika yang dimaksud ilmiah adalah bahwa hasil penelitian bisa digeneralisasikan, maka metode penelitian kualitatif tidak bisa digolongkan sebagai karya ilmiah. Sebab, tujuan penelitian kualitatif memang tidak untuk membuat generalisasi dari temuan yang diperoleh. Istilah generalisasi (generalization) tidak dikenal dalam penelitian kualitatif. Sebagai padanannya dikenal istilah transferabilitas (transferability) dalam penelitian kualitatif. Tetapi maknanya sangat berbeda. Jika generalisasi merupakan rumusan atau temuan penelitian yang dapat berlaku dan diperlakukan secara umum bagi semua populasi yang diteliti, maka transferabilitas artinya adalah hasil penelitian kualitatif bisa berlaku dan diberlakukan di tempat lain manakala tempat lain yang dimaksudkan itu memiliki ciri-ciri yang mirip atau kurang lebih sama dengan tempat atau subjek penelitian diteliti. Selain itu, menurut Jensen (dalam Given, 2008: 886), transferabilitas juga diartikan sebagai proses menghubungkan temuan yang ada dengan praktik kehidupan dan perilaku nyata dalam konteks yang lebih luas.  Metode penelitian kuantitatif Metode penelitian kuantitatif yang jumlah populasi atau partisipannya besar biasanya peneliti menggunakan sampel. Karena itu, sampel yang dipilih harus memenuhi syarat keterwakilan agar hasilnya dapat berupa generalisasi. Semakin sampelnya representatif, maka semakin tinggi peluang generalisasi yang dihasilkan, dan sebaliknya. Dengan demikian, pertanyaan berapa jumlah populasi dan sampel yang diteliti sangat wajar dan seharusnya memang begitu. Sebaliknya, transferabilitas dapat diperoleh jika peneliti bisa menggali kedalaman informasi dan mampu mengabstraksikan temuan substantif menjadi temuan formal berupa thesis statement. Sebagaimana pernah dikupas dalam tulisan-tulisan sebelumnya, yang dimaksudkan dengan temuan substantif adalah rumusan yang diperoleh peneliti sebagai jawaban atas fokus penelitian yang diajukan di awal. Dengan demikian, ketika peneliti kualitatif sudah berhasil merumuskan temuan sebenarnya penelitian belum bisa dikatakan selesai. Sebab, ia masih harus menyelesaikan satu tahapan --- yang justru sangat penting ---, yakni merumuskan temuan substantif menjadi temuan formal. Bagi penelitian untuk kepentingan penulisan disertasi, rumusan temuan formal wajib dilakukan. Ada dua hal yang mesti diperhatikan oleh peneliti kualitatif untuk meningkatkan transferabilitas, yaitu: (1) seberapa dekat subjek yang diteliti atau informan yang diwawancarai dengan konteks atau tema yang diteliti, dan (2) batasan kontekstual (contextual boundaries) dari temuan. Menurut Jensen (dalam Given, 2008: 886), ada dua strategi yang bisa dipakai peneliti untuk meningkatkan derajad transferabilitas, yakni: (1) ketersediaan data yang memadai (thick description of data), dan (2) pemilihan subjek atau partisipan yang dipilih secara purposif. Yang dimaksud dengan deskripsi data yang memadai (thick) jika peneliti bisa menyediakan informasi yang lengkap mengenai konteks, partisipan (subjek dan informan), dan desain penelitian yang jelas sehingga pembaca bisa membuat kesimpulan mengenai transferabilitas yang dihasilkan. Untuk memenuhi harapan itu, pilihlah informan yang menguasai tema yang diteliti. Dengan demikian, pertanyaan berapa banyak subjek dan informan dalam penelitian kualitatif --- sebagaimana saya alami --- sama sekali tidak relevan. Yang menjadi persoalan bukan jumlah subjek dan informan penelitiannya, melainkan kedalaman informasi yang diperoleh. Berikutnya lagi terkait dengan teori. Jika yang dimaksud ilmiah ialah ketiadaan pembuktian teori, maka metode penelitian kualitatif jelas tidak ilmiah. Sebab, metode kualitatif memang tidak dimaksudkan untuk membuktikan dan menguji teori, melainkan mengembangkan teori. Mengembangkan tidak berarti membuat teori yang baru sama sekali. Menghaluskan teori atau konsep yang sudah ada sebelumnya oleh peneliti terdahulu bisa disebut sebagai pengembangan teori. Setelah teori pertanyaan lainnya menyangkut hipotesis. Jika yang dimaksudkan ilmiah ialah ketersediaan hipotesis, maka jelas pula bahwa metode penelitian kualitatif tidak tergolong kerja ilmiah. Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang harus dilengkapi dengan hipotesis untuk selanjutnya dibuktikan, maka metode penelitian kualitatif sebagaimana dinyatakan Devis (dalam Given, 2008: 408) tidak memerlukan hipotesis. Kalaupun ada, hipotesis itu bukan untuk dibuktikan, melainkan sebagai panduan agar penelitian bisa fokus ke tema atau isu tertentu. Semakin peneliti bisa terfokus pada isu tertentu, semakin dia memperoleh pemahaman yang mendalam. Sekadar mengingatkan, hipotesis adalah dugaan sementara atau atau pernyataan tentatif mengenlzaimai hubungan antarvariabel, antara variabel bebas dan variabel terikat. Istilah ‘variabel’ pun sebenarnya tidak begitu relevan dipakai dalam metodologi penelitian kualitatif karena topik atau masalah yang diangkat di dalam penelitian kualitatif tidak bisa dipisah-pisah menjadi bagian-bagian yang lazimnya disebut ‘variabel’ dalam tradisi positivistik. Yang terakhir menyangkut proses dan prosedur penelitian. Jika yang dimaksud ilmiah adalah proses penelitian harus berlangsung secara linier, maka jelas penelitian kualitatif tidak bisa disebut ilmiah. Sebab, proses penelitian kualitatif tidak berlangsung secara linier, melainkan siklus. Siklus artinya tahapan-tahapan penelitian mulai identifikasi masalah, pengumpulan data, hingga analisis dan penyimpulan data bisa berlangsung tidak berurutan. Misalnya, ketika peneliti sampai pada tahap analisis data dan ternyata informasi terkait data tersebut tidak lengkap, atau lengkap tetapi tidak jelas, maka peneliti bisa melakukan pengumpulan data kembali. Fokus penelitian pun bisa diubah ketika di lapangan peneliti menemukan isu yang lebih penting dan menarik untuk diangkat. Bahkan saya teringat ada judul penelitian disempurnakan setelah semua selesai untuk disesuaikan dengan hasil akhir penelitian dan untuk kepentingan publikasi yang lebih luas.  PTK ( Penelitian Tindakan Kelas ) Menurut Amat Jaedun (2008), penelitian tindakan kelas PTK adalah salah satu jenis penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya (metode, pendekatan, penggunaan media, teknik evaluasi dsb). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan didalam kelas. Penelitian tindakan kelas dapat dijadikan sarana bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran secara efektif. Penelitian tindakan kelas juga merupakan kebutuhan bagi guru dalam meningkatkan profesionalitasnya sebagai guru, karena (Sukanti, 2008): 1. Penelitian tindakan kelas sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran dikelasnya. Guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan. 2. Peneltian tindakan kelas meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan tanpa adanya upaya perbaikan dan inovasi namun dia bisa menempatkan dirinya sebagai peneliti dibidangnya. 3. Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu pengkajian yang terdalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya. 4. Penelitian tindakan kelas tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena tidak perlu meninggalkan kelasnya. Mengingat pentingnya penelitian tindakan kelas tersebut diatas, guru hendaknya mulai melakukan dan meningkatkan penelitiannya baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk mendorong dan memfasilitasi guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas, pemerintah secara rutin menyediakan dana block grant untuk penulisan karya ilmiah melalui penelitian tindakan kelas.  Tujuan Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan kelas secara umum dilaksanakan untuk memecahkan pemasalahan-permasalahan yang terjadi didalam kelas sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Disamping itu penelitian tindakan kelas dapat menumbuhkan sikap mandiri dan kritis guru terhadap situasi dan keadan didalam kelas yang diajarnya. Adapun tujuan lain dari penelitian tindakan kelas menurut Sukanti (2008) dan Ani W (2008) yaitu : 1. Memperbaiki mutu dan praktik pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran. 2. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. 3. Mengidentifikasi, menemukan solusi dan mengatasi masalah pembelajaran dikelas agar pembelajaran bermutu.Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya. 4. Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya. 5. Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran (misalnya pendekatan, strategi, metode, media pembelajaran). 6. Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara dan strategi baru dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan inovatif guru. 7. Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar pembelajaran bertumpu pada realitas empiris kelas, bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum dan asumsi.  Metode penelitian deskriptif Pada dasarnya, teori psikologi yang penting berkembang dari penelitian deskriptif. dengan tujuan mengamati dan merekam perilaku. begitu pula dengan anda, sebelum anda memulai penelitian, ada baiknya anda mempelajari Metode Penelitian terlebih dahulu agar sesuai dan hasilnya pun bisa membanggakan. sebagai contoh mengenai psikologi, seorang psikolog mungkin mengamati tingkatan dimana Manusia saling membutuhkan sesamanya. penelitian deskriptif tidak dapat mengungkapkan apa penyebab beberapa gejala yang terjadi, tetapi dapat mengungkapkan informasi penting mengenai perilaku dan sikap manusia. Metode penelitian deskriptif meliputi pengamatan, survei dan wawancara, tes-tes yang terstandardisasi. kita akan mempelajari ketiga metode tersebut secara ringkas namun sederhana. adapun ketiga metode penelitian deskriptif adalah sebagai berikut : 1. Pengamatan Kita harus memiliki beberapa gagasan mengenai apa yang kita cari. kita harus mengetahui siapa yang kita amati, kapan dan dimana kita akan mengamati, dan bagaimana kita akan melakukan pengamatan. Jenis pengamatan ini menuntut sekumpulan keterampilan yang penting. kita mungkin tidak mengetahui apa yang ingin kita cari, tidak mengingat apa yang kita lihat, tidak menyadari bahwa apa yang kita cari bisa berubah dari waktu ke waktu, dan tidak mengomunikasikan pengamatan kita secara efektif. Oleh karena itu, kita juga perlu mengetahui dalam bentuk apa pengamatan akan dicatat. tertulis, dengan perekam suara, atau video. 2. Survei dan Wawancara Salah satu teknik atau metode terbaik dalam mendapatkan informasi adalah dengan wawancara, metode terkait yang secara khusus berguna untuk mendapatkan informasi dari berbagai orang adalah dengan survei atau kuesioner. survei dan wawancara dapat menggali pokok bahasan yang luas, dari keyakinan agama sampai kebiasaan seksual misalnya. Namun, satu masalah dengan survei dan wawancara adalah kecenderungan untuk menjawab pertanyaan. mereka akan menjawab pertanyaan yang mereka pikir bisa membuat pewawancara terkesan dengan menambah-nambahkan ataupun mengurangi apa yang ada. 3. Tes Terstandardisasi Menuntut Orang-orang untuk menjawab serangkaian pertanyaan tertulis atau lisan atau terkadang keduanya. sebuah tes terstandardisasi memiliki dua ciri khas: jawaban individu dihitung untuk menghasilkan skor tunggal, atau sekumpulan skor yang mencerminkan sesuatu mengenai individu, dan skor individu dibandingkan dengan skor pada kelompok yang lebih besar yang terdiri atas orang-orang serupa untuk menentukan bagaimana jawaban individu dibandingkan secara relatif dengan orang lain. salah satu tes terstandardisasi yang digunakan secara luas adalah tes kecerdasan dan skor-skor pada tes ini seringkali dinyatakan dalam persentil (perbandingan). Itulah ketiga metode penelitian deskriptif yang saya simpulkan secara ringkas. mungkin ada tambahan mengenai metode tersebut dari anda, silahkan anda cantumkan di kolom komentar. semoga metode tersebut bermanfaat bagi anda . terima kasih

persilangan monohibrid dan dihibrit

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Persilangan monohibrida adalah persilangan sederhana yang hanya memperhatikan satu sifat atau tanda beda. Percobaan ini akan diujikan pada lalat Drosophila dengan maksud untuk membuktikan Hukum Mendel I. Pada kasus dominant penuh, keturunan yang didapat pada F2 akan menunjukkan perbandingan fenotip dominan dan resesif 3 : 1 atau perbandingan genotip 1 : 2 : 1. Analisa dengan uji X2 hanya dilakukan untuk perbandingan fenotipnya. Persilangan ini bersifat resiprokal, artinya penggunaan individu jantan dan betina dengan satu tanda beda tertentu dapat sesuka hati tanpa ada pengaruhnya dalam rasio fenotip generasi kedua (F2). Persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu dengan dua tanda beda. Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya. Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti. Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas. Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsip-prinsip dasar pewarisan melalui percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang. Penelitian-penelitian Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan hukum Mendel II. Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan satu sifat beda, dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada generasi berikutnya. Persilangan ini untuk membuktikan hukum Mendel I yang menyatakan bahwa pasangan alel pada proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum Mendel I disebut juga dengan hukum segregasi. Mendel melanjutkan persilangan dengan menyilangkan tanaman dengan dua sifat beda, misalnya warna bunga dan ukuran tanaman. Persilangan dihibrid juga merupakan bukti berlakunya hukum Mendel II berupa pengelompokkan gen secara bebas saat pembentukkan gamet. Persilangan dengan dua sifat beda yang lain juga memiliki perbandingan fenotip F2 sama, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Berdasarkan penjelasan pada persilangan monohibrid dan dihibrid tampak adanya hubungan antara jumlah sifat beda, macam gamet, genotip, dan fenotip beserta perbandingannya. Persilangan monohibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu 1 : 2 : 1 merupakan bukti berlakunya hukum Mendel I yang dikenal dengan nama Hukum Pemisahan Gen yang Sealel (The Law of Segregation of Allelic Genes). Sedangkan persilangan dihibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 merupakan bukti berlakunya Hukum Mendel II yang disebut Hukum Pengelompokkan Gen secara Bebas (The Law Independent Assortment of Genes). Dengan mengikuti secara saksama hasil percobaan Mendel, baik pada persilangan monohibrid maupun dihibrid maka secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa gen itu diwariskan dari induk atau orang tua kepada keturunannya melalui gamet. B. RUMUSAN MASALAH Bagaimanakah sifat keturunan dari hasil persilangan monohybrid dan persilangan dihibrid melelui hokum Mendel? C. TUJUAN Mempelajari dan membedakan sifat dari keturunan hasil persilangan monohybrid dan persilangan dihibrid melalui hukum Mendel BAB II PEMBAHASAN Persilangan monohibrida adalah dasar untuk ilmu genetika Mendel. Persilangan semacam itu dapat terjadi dalam semua kelompok organisme utama yang bereproduksi secara seksual. Dominansi adalah interaksi antar alel, dan alel yang dominan biasanya adalah yang menghasilkan produk yang fungsional sedang alel yang resesif adalah yang tidak menghasilkan. Oleh karena itu, fenotip yang normal atau yang berjenis liar adalah yang paling sering diproduksi ketika ada alel yang dominan. Persilangan monohibrid juga dikatakan sebagai perkawinan yang menghasilkan pewarisan satu karakter dengan dua sifat beda. Misalnya warna bunga adalah karakter tanaman yang diamati. Mendel melihat ada dua sifat dari karakter warna bunga tanaman kacang kapri, yaitu warna ungu dan warna putih. Bila tanaman kacang kapri berbunga ungu disilangkan dengan tanaman kacang kapri berbunga putih, maka generasi anakan mereka adalah 100% tanaman berbunga ungu. Persilangan dihibrid atau dihibridisasi adalah suatu persilangan (pembastaran) dengan dua sifat beda. Dalam percobaannya tentang prinsip berpangan secara bebas (Hukum Mendel II), Mendel melakukan eksperimen dengan membastarkan tanaman Pisum sativum bergalur murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat berwarna kuning dengan galur murni berbiji kisut berwarna hijau. Dalam membuat perhitungan prediksi kombinasi alel pada tanaman dua jenis, Mendel menganggap bahwa gen-gen pembawa sifat itu berpisah secara bebas terhadap sesamanya sewaktu terjadi pembentukan gamet. Terminology Untuk mengerti jalannya penelitian Mendel perlu dikenal beberapa istilah a) P = Parental b) F = Filia, F1,F2,F3….. c) Fenotif = karakter (sifat ) yang dapat kita amati (bentuk, ukuran, warna, golongan darah, dan sebagainya). d) Genotif = susunan genetic suatu individu (jadi sesuatu yang tidak dapat diamati). e) Genotif suatu individu di beri simbul dengan huruf dabel, karena individu itu umumnya diploid misalnya: RR = genotif untuk tanaman berbunga merah rr = genotif untuk tanaman berbunga putih a) Homozigotik adalah sifat suatu individu yang genotifnya terdiri dari gen-gen yang sama dari setiap jenis gen. (misalnya RR, rr, AA,BB) b) Heterozigotik adalah sifat suatu individual yang genotifnya yang terdiri dari gen-gen yang berlainan( misalnya Rr,Aa,AaBb.) I. PERSILANGAN MONOHIBRID Mendel mengambil serbuk sari dari bunga tanaman yang bijinya berlekuk dan diserbukkan pada putik dari bunga tamaman yang bijinya bulat. Semua keturunan F1 yang berupa suatu hybrid berbentuk tanama yang bijinya bulat. Ketika menyilangtanam-tanaman F1 didapatkan keturunan F2 yang memperlihatkan perbandingan fenotip kira-kira 3 biji bulat : 1 biji berlekuk. P : genotip : BB X genotip : bb Fenotip: Bulat ( homozigotik) fenotip: Berkerut ( homozigotik) F1 : genotip: Bb Fenotip: Semua bulat ( heterozigotik ) F1xF2 : genotip: Bb X genotip: Bb Fenoti: Bulat ( heterozogotik) fenotip: Bulat ( heterozigotik) Meiosis Serbuk sari 2 macam: B dan b Sel telur 2 macam: B dan b F2: B b B BB Bulat 1 Bb Bulat 2 B Bb Bulat 3 Bb Berkerut 4 Disini tampak bahwa bila terdapat dominasi sepenuhnya, maka persilangan monohybrid menghasilka 4 kombinasi dalam keturunan dengan perbandingan fenootip 3 : 1. Juga dapat diketahui bahwa suatu individu dapat memiliki fenotip sama ( contohnya tanaman berbiji bulat ) tetapi memiliki genotip yang berlainan ( contohnya BB dan Bb). Dari percobaa di atas Mendel dapat mengambil kesimpulan bahwa pada waktu pembentukan gamet-gamet ( serbuk sari da sel telur ) maka ge-gen yang menentukan suatu sifat mengadakan segregasi ( memisah), sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. 1) PERSILANGAN RESIPROK Persilangan resiprok (persilangan kebalikan) ialah persilangan yang merupakan kebalikan dari persilangan yang semula dilakukan. Sebagai contoh dapat digunakan percobaan Mendel lainnya: H = gen yang menentukan buah polong berwarna hijau h = gen yang menentukan buah polong berwarna kuning Mula-mula serbuk sari dari bunga pada tanaman berbuah polong hijau diserbukkan pada putik bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara tersebut di atas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut ternyata didapatkan keturunan F1 maupun F2 yang sama. P hh X HH Kuning hijau F1: Hh hijau serbbuk sari: H dan h sel telur: H dan h F2: HH= polong hijau Hh= polong hijau Hh= polong hijau hh= polong kuning Persilangan resiproknya P : HH X hh Hijau kuning F1 : Hh Hijau Serbuk sari : H dan h Sel telur : H dan h F2 : HH = polong hijau Hh = polong hijau Hh = polog hijau hh = polong kuning 2) Persilanga kembali (backcross) Merupakan persilangan antara hibrit F1 dengan induknya jantan atau betina. Contoh : marmot B = gen untuk wara hitam b = gen untuk wara putih Marmot jantan hitam homozigotik BB dikawinkan dengan marmot betina putih homozigotik bb menghasilkan keturunan F1 seragam, yaitu Bb berwarna hitam. Jika marmot F1 disilangkan kembali dengan induk jantan (hitam homozigotik) maka semua marmot F2 berwarna hitam, miskipun genotifnya berbeda. P : BB X bb Hitam putih F1 : Bb Hitam Backcross : BB X Bb Hitam hitam F2 : B B BB (hitam) b Bb (hitam) 3) Uji silang (testcross) Merupakan persilangan antara hybrid F1 dengan individu yang homozigitik resesif. Jika digunakan induk seperti pada contoh di atas, hybrid F1 dikawinka dengan induk betina (homozigotik resesif). Uji silang pada monohybrid ini menghasilkan ketuurunan dengan perbandingan fenotip maupun genotif sebagai 1 : 1. Jadi , uji silang itu dapat merupakan backcross, akan tetapi belum tentu ujisilang. P : BB X bb Hitam putih F1 : Bb Hitam Ujisilang : Bb x bb Hitam putih F2 : B B b Bb (hitam) bb (putih) 4) Sifat intermedier Sifat intermedier adalah sifat diantara yang dimiliki oleh kedua induknya. Sebagai contoh dapat digunakan penyerbukan silang pada tanaman Bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Jika serbuk sari berasal dari tanaman berbunga merah homozigotik (genotif MM )diberikan kepada putik dari tanaman berbunga putih (genotif mm ). Maka, didapatkan F1 heterozigot berbunga merah jambu (genotif Mm). warna merah jambu ini disebut warna intermediet. Jika tanaman F1 dibiarkan mengadakan penyerbukan sendiri dan kemudian biji-biji ditanam, didapatkan keturunan F2 yang memperlihatkan perbandingan fenotip 1 merah : 2 merah jambu : 1 putih. Pada keturunan berikutnya F3 maka tanaman-tanaman yag berbunga merah akan menghasilkan tanaman berbunga merah. Demikian pula tanaman yang berbunga putih akan menghasilkan tanama yang berbuga putih. Akan tetapi tanaman yang berbunga merah jambu akan selalu menghasilkan keturunan yang memisah dengan perbandingan 1 : 2 : 1. P : mm x MM Putih merah F1 : Mm Merah jambu Serbuk sari : M dan m Sel telur : M dan m F2 : MM Mm Mm mm Merah merah jambu merah jambu putih F3 : MM MM, Mm, Mm, mm MM, Mm, Mm, mm mm II. PERSILANGAN DIHIBRID Persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda. Mendel menggunakan dua sifat beda dari tanaman ercis, yaitu bentuk dan warna biji. Oleh Mendel, tanaman ercis biji bulat kuning disilangkan dengan tanaman ercis biji berkerut hijau. Hasilnya, semua keturunan F1 berupa taaman ercis biji bulat kuning. Pada persilangan antar individu F1 didapatkan 16 kombinasi gen dengan 4 fenotip, yaitu tanaman ercis biji bulat kuning, biji bulat hijau, biji berkerut kuning, dan biji berkerut hijau. Misalnya diketahui gen-gen yang menentukan sifat biji tanaman ercis sebagai berikut: 1. B = gen yang menentukan biji bulat 2. b = gen yang menentuikan biji berkerut 3. K = gen yang menentukan biji berwarna kuning 4. k = gen yang menentukan biji yang berwarna hijau P : BBKK X bbkk Bulat kuning berkerut hijau Sel telur BK serbuk sari bk F1 : BBKK Bulat kuning Serbuk sari : BK, Bk, bK, bk Sel telur : BK, Bk, bK, bk F2 : BK bK bk BK BBKK BbKK BbKk Bk BBKk BbKk Bbkk bK bbKK bbKK bbKk bk BbKk bbKk bbkk BAB III PENUTUP  KESIMPULAN Persilangan monohibrida adalah dasar untuk ilmu genetika Mendel. Persilangan semacam itu dapat terjadi dalam semua kelompok organisme utama yang bereproduksi secara seksual. Dominansi adalah interaksi antar alel, dan alel yang dominan biasanya adalah yang menghasilkan produk yang fungsional sedang alel yang resesif adalah yang tidak menghasilkan. Oleh karena itu, fenotip yang normal atau yang berjenis liar adalah yang paling sering diproduksi ketika ada alel yang dominan. Persilangan monohibrid juga dikatakan sebagai perkawinan yang menghasilkan pewarisan satu karakter dengan dua sifat beda. Misalnya warna bunga adalah karakter tanaman yang diamati. Persilangan dihibrid atau dihibridisasi adalah suatu persilangan (pembastaran) dengan dua sifat beda. Dalam percobaannya tentang prinsip berpangan secara bebas (Hukum Mendel II), Mendel melakukan eksperimen dengan membastarkan tanaman Pisum sativum bergalur murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat berwarna kuning dengan galur murni berbiji kisut berwarna hijau. Dalam membuat perhitungan prediksi kombinasi alel pada tanaman dua jenis, Mendel menganggap bahwa gen-gen pembawa sifat itu berpisah secara bebas terhadap sesamanya sewaktu terjadi pembentukan gamet. DAFTAR PUSTAKA